Mohon tunggu...
faiq fahrurozy
faiq fahrurozy Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belajar Pancasila Sila Pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa"

30 Desember 2018   22:35 Diperbarui: 30 Desember 2018   22:39 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pancasila sebagai dasar negara bukan hanya sebatas uraian kata normatif hampa, namun di dalamya memiliki makna dan muatan yang dalam sebagai representasi dari kondisi bangsa Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia sudah sepantasnya kita bisa memahami dan mengamalkan Pancasila. Dalam kesempatan kali ini kita belajar memahami sila pertama dari perspektif kewajiban seorang warga negara Indonesia.

Tentu kita semua tau bahwa di dalam Pancasila termuat efek berantai dari sila pertama dengan sila kedua dan seterusnya hingga sila kelima yang merupakan tujuan besar bangsa Indonesia (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia), artinya sila pertama merupakan kunci keberhasilan untuk sila-sila berikutnya. Jika kita ingin menilai keberhasilan pengamalan pancasila, kita bisa melihat apakah pengamalan sila pertamanya sudah selesai (benar) apa belum.

Dewasa ini Indonesia dalam kondisi kritis terkait tentang sentimensi agama yang mengindikasikan perpecahan. Dari hal itu kita dapat mengabstraksikan bahwasanya bangsa ini gagal atau belum sepenuhnya paham dalam memaknai dan mengamalkan sila pertama. Kiyai Maimun Zubair (ulama besar)  dalam tausiyahnya pernah menyatakan bahwa Pancasila  sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) dilambangkan dengan bintang segi lima. Maknanya bahwa negara kita itu berketuhanan dan ketuhanan itu bisa mempersatukan. Dilambangkan dengan bintang segi lima yang akan kita jabarkan sebagai berikut :

Segi pertama yaitu menjaga jiwa, merupakan suatu kewajiban manusia. Jiwa yang sehat akan menimbulkan efek positif bagi diri dan sekitarnya. Menurut beberapa penelitian menunjukkan bahwa jiwa yang sehat akan menyajikan sangat banyak peran untuk kesehatan badan, serta pastinya untuk kebahagiaan serta kenikmatan hidup seseorang. Tentu untuk menjaga jiwa dapat dilakukan dengan berbagai cara yang dapat kita sesuaikan dengan diri kita masing-masing.

Segi kedua yaitu Akal, merupakan sebuah anugrah terbesar yang diberikan Tuhan kepada manusia. Oleh karena itu akal perlu dididik dan jangan sampai akal ini tidak digunakan. Ibnu Katsir menerangkan bahwa mereka yang mempunyai akal yang sempurna lagi bersih, yang mengetahui hakikat banyak hal secara jelas dan nyata, serta senantiasa mengingat Tuhan adalah ciri-ciri orang yang berakal.

Segi yang ketiga yaitu keturunan. Keturunan itu anak, dihasilkan dari pernikahan yang wajib bagi setiap orang tua untuk mendidiknya. Kenapa kita wajib mendidik anak karena anak merupakan titipan Tuhan yang nantinya akan menjadi pewaris kehidupan berikutnya. Oleh karenanya mendidik dan mengarahkan anak merupakan hal yang sangat penting.

Segi yang keempat yaitu saling menjaga Hak Milik. Jika Seseorang telah mimiliki harta yang dibenarkan oleh syara' dan hukum negara yang berlaku, maka ia mendapat kewenangan khusus untuk memanfaatkanya karena didalam harta seseorang terdapat hak-hak orang yang harus tersampaikan. Hak milik inipun menjadikan orang lain tidak bisa memanfaatkannya tanpa seizin dari pemiliknya. Maraknya kasus pencurian/perampokan/korupsi merupakan salah satu ciri belum sepenuhnya bangsa ini memahami makna sila pertama. Oleh karena itu menjadi kewajiban kita semua untuk menjaga hak milik pribadi maupun orang lain untuk mewujudkan kondisi berkehidupan dan bernegara dengan aman, tenteram, dan sejahtera.

Segi yang kelima yaitu menjunjung martabat kemanusiaan. Dalam Ilmu Sosial Profetik, menjunjung martabat kemanusiaan (humanisasi) artinya memanusiakan manusia, menghilangkan "kebendaan", ketergantungan, kekerasan dan kebencian dari manusia.  Dalam hal ini Kuntowijoyo menjelaskan bahwa manusia harus memusatkan diri pada Tuhan, tapi tujuannya adalah untuk kepentingan manusia (kemanusiaan) itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun