Tenggelam dalam kesendirian sambil ditemani berbagai kicauan dari luar ruangan yang silih berganti. Itulah momen emas yang dinanti Ruby untuk mengenal lebih jauh sosok dirinya sekaligus mendekatkan kepada Sang Pencipta.Â
Ruby, si gadis remaja yang sudah dihadapkan dengan persoalan luar biasa, hingga menuntun ia untuk memiliki pemikiran dewasa. Dulu, jauh sebelum pandemi ia memang tak mengerti apa makna dari sebuah kontemplasi, sampai ia menjadi pribadi yang senantiasa merenungi eksistensi diri.
Kondisi memang sangat mempengaruhi, oleh karenanya Ruby mulai memilah lingkungan yang mampu membuatnya memperbaiki diri. Mencari lingkungan se-ideal yang dipikirkan Ruby memang bukan persoalan mudah, namun itu bukanlah perkara yang membuatnya menyerah. Bagi Ruby hal itu bukanlah mustahil, walau sampai sekarang hasilnya pun nihil.Â
"Tak mengapa, tak mengapa... setidaknya dirimu sudah berusaha, Tuhan pun Maha Melihat" ucapnya Ruby dalam hati sembari menguatkan diri.
Hari demi hari dilaluinya, ia pun mulai terbiasa dengan kondisi yang terjadi. Berawal dari mental tempe, kini bermental baja. Ruby pun mulai beradaptasi dengan berbagai macam persoalan 'baru'. Perlahan demi perlahan ia mulai lihai dalam menghadapinya.Â
"Selagi ada Tuhan yang menemaniku, InsyaAllah aku bisa lalui ini" pungkasnya dengan tidak mengambil pusing segala ujian yang akan terjadi di masa depan.Â
Ya, terlebih di masa pandemi ini, banyak di antara kita yang kehilangan banyak momen untuk bersama, berbagai cerita untuk saling menguatkan hingga akhirnya terbiasa untuk melewati ini dengan kesendirian.Â
Ruby pun demikian, ia berpikir bahwa ini cara Tuhan untuk menunjukkan bahwa manusia tak selamanya bisa bersama dan bergantung pada manusia lainnya. Momen inilah ia dilatih untuk bisa hadapi dengan mandiri dan mengajak ia untuk mulai mengenal dan bergantung seutuhnya pada Siapa Sang Pemilik diri ini.
Aloneness, not Loneliness
Bagi Ruby, kesendirian bukan berati kesepian, selalu ada Tuhan yang menemani di setiap detiknya.
Begitulah kehidupan si gadis usia 15 tahun yang mengajari bahwa arti kedewasaan tidak diukur dari umur, melainkan dari pemikiran, mental, serta sikap yang senantiasa untuk bersyukur.