Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tidak terlepas dari peran pesantren khususnya para kiai dan santri-santrinya. Jauh sebelum Indonesia merdeka lembaga pendidikan pesantren sudah berdiri dan menjadi cikal bakal pusat perjuangan kemerdekaan Indonesia dari kalangan bawah. Pesantren adalah lembaga pendidikan indegenous milik bangsa Indonesia. Pergerakan pendidikan pesantren mengakar mulai dari kalangan masyarakat bawah. Maka tak berlebihan jika pengaruh pesantren pada masyarakat bawah (baca: masyarakat pedesaan) memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat.Â
Adanya pengaruh kiai pesantren di masyarakat, menjadikan masyarakat memiliki figur yang menjadi tauladan dan siap melakukan apa saja yang diperintahkan oleh sang kiai. Â Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Ulama kharismatik yang dijuluki sebagai penghulu ulama di negeri Hijaz. Dialah sosok yang alim, seorang ahli fiqih juga seorang mufassir, Syeikh Nawawi bin Umar Al Jawi Al Bantani. Beliau merupakan salah satu keturunan dari Sunan Gunung Jati melalui jalur Sultan Hasanudin.Â
Ketika Belanda menjajah Indonesia dan masuk ke Banten, Belanda menekan semua ulama untuk tidak banyak melakukan aktifitas keagamaan. Karena Belanda sadar betul bahwa seorang kiai memiliki pengaruh yang mengakar begitu kuat di suatu tempat.Â
Pemikiran, perjuangan, dan idealisme kiai tidak bisa disepelekan dan diabaikan. Masyarakat sangat patuh dan ta'dzim terhadap apa yang diperintahkan oleh kiai dan memiliki efek pengaruh terhadap apa yang penjajah Belanda lakukan di Indonesia. Walaupun perjuangan para kiai dibungkam oleh penguasa saat itu, perjuangannya tetap selalu hidup.Â
Pemikiran untuk membangun perjuangan tetap dipikirkan dengan membangun sebuah lembaga pendidikan berupa pesantren. Karena pesantren memiliki akar kekuatan dari dalam yakni ilmu pengetahuan agama yang membebaskan masyarakat dari pengaruh kebodohan dan kekotoran hati yang melekat. Saat itulah, Syekh Nawawi al-Bantani hijrah dari nusantara menuju Makkah al-Mukarramah. Dari sanalah, Syekh Nawawi banyak mengkader ulama-ulama nusantara, seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Ahmad Dahlan, Syekh Mahfudz At-Turmusi, dan lainnya.
Perjuangan dan pergerakan para ulama demi cita-cita membangun sebuah masyarakat yang islami dan bebas dari kebodohan dan pembodohan kaum penjajah tidak kenal kata menyerah. Perjuangan para ulama mendidik kader-kadernya menuai kesuksesan dan keberhasilan. Sebut saja mahaguru ulama nusantara KH. Muhammad Sholeh Darat al-Samarani yang memiliki murid yang luar biasa berpengaruh di Indonesia dan memiliki organisasi masa terbesar di Indonesia yaitu KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy'ari.Â
Raden Ajeng Kartini juga merupakan murid dari KH. M. Sholeh Darat. Pendidikan dan pengajaran yang disampaikan oleh KH. M. Sholeh Darat berhasil mencetak kader-kader yang militan, bisa membangun dan membela negaranya. Dari tiga murid yang menjadi tokoh besar tersebut, sudah memiliki pengaruh yang luar biasa bagi perjuangan masyarakat melawan penjajah. Ditambah lagi dengan tokoh-tokoh kiai yang lain seperti KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syansuri, KH. Muhammad Ma'shum Lasem dan lain-lainnya.
Perjuangan para kiai dan santri puncaknya ada pada resolusi jihad yang dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asy'ari pada tanggal 22 Oktober 1945. Dengan fatwa yang dikeluarkan tersebut memberikan dampak semangat bagi para laskar hizbullah, masyarakat, santri dan para kiai lainnya untuk membela tanah air Indonesia.Â
Hal ini mengindikasikan bahwa dawuh sang kiai menjadi sumber utama dalam memantik semangat perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Masyarakat dan santri yang menjadi tulang punggung perjuangan mendapatkan suntikan segar atas fatwa resolusi jihad tersebut. Para kiai dan tokoh-tokoh perjuangan Islam yang lain pun tidak luput dari peran membela tanah air dengan caranya masing-masing yang dapat mereka lakukan. Karena sekecil apapun bantuan yang diberikan demi membela tanah air itu juga sudah dianggap berjihad.
Salah satu ulama yang memiliki andil dalam perjuangan melawan penjajah khususnya di wilayah Cirebon, yaitu KH. Muhammad Sanusi al-Babakani, beliau merupakan seorang kiai, pendidik, dan seorang pejuang kemerdekaan. Beliau memiliki andil yang sangat besar dalam perjuangan kemerdekaan khususnya di desa Ciwaringin Cirebon.Â
Beliau merupakan pemasok pengadaan logistik seperti penyediaan pedang panjang, memasok senjata bagi para tentara hizbullah yang memiliki markas di sebelah utara alun-alun Ciwaringin. KH. M. Sanusi juga berperan merekrut para pemuda untuk bergabung menjadi pasukan hizbullah yang dilengkapi dengan seragam dan senjata. Ikut andil dan terlibat walau tak langsung kontak fisik juga merupakan bagian dari perjuangan yang tidak bisa terpisahkan.