Musim haji sudah usai, para jamaah haji mulai bersiap pulang ke tanah air untuk menemui sanak keluarganya yang ditinggalkan selama berkunjung ke Baitullah. Mereka pulang secara bergantian, dimuali dengan kelompok terbang (Keloter) 1 yang sudah tiba di tanah air sejak minggu (18/09/2016) kemarin.
Mengutip berita dari Koran Sindo (19/09/2016), telah tercatat gelombang pertama keberangkatan jamaah haji ke tanah air dimulai dari kloter 1 Debarkasi Banjarmasin (BDJ01) melalui Bandar Internasional King Abdul Aziz (KAAIA) Jeddah.
Sebanyak 300 jamaah haji kembali dari tanah suci dengan Pesawat Garuda Indonesia, kepulangan mereka tahun ini (2016/1437 H) akan dilaksanakan dalam dua gelombang, dari Jeddah dan Madinah. Gelombang pertama kepulangan dimulai pada tanggal 17-29 September 2016 (dari Jeddah), lalu disusul kepulangan gelombang kedua pada 30 September-15 Oktober 2016 mendatang (dari Madinah).
Kepulangan jamaah haji ke tanah air selalu dinantikan oleh sanak keluarganya, setelah lamanya beribadah dalam menunaikan rukun islam yang kelima untuk memenuhi panggilan Allah. Sepulangnya dari sana kebanyakan pada masyarakat Indonesia akan menyematkan suatu gelar pada orang yang telah melaksanakan ibadah haji.
Memanggil dengan sebutan pak haji (bagi laki-laki) dan bu hajjah (bagi perempuan) mungkin sebagai tanda penghormatan yang sudah menjadi kebiasaan pada kebanyakan masyarakat indonesia. Orang islam Indonesia pada umumnya sering menyematkan gelar haji di depan namanya usai beribadah haji, bahkan tidak jarang mereka mencantumkan gelar itu pada dokumen atau surat-surat penting seperti KTP, ijazah, Kartu Keluarga dan berkas penting lainnya.
Gelar haji sengaja dicantumkan dengan berbagai alasan, diantaranya ada yang mengatakan sebagai salah satu syiar agama supaya orang lain tertarik agar segera mengikuti langkahnya untuk menunaikan ibadah haji. Ada lagi yang beralasan bahwa besarnya pengorbanan baik secara materil dan lamanya waktu dalam menunggu serta pelaksanaan dalam berhaji yang melatar belakangi keinginan untuk di sematkannya gelar haji atau hajjah didepan namanya agar tetap meninggalkan kesan pada diri mereka.
"Sejauh ini alasannya dapat di maklumi, tapi apakah alasan tersebut dapat dibenarkan?"
Menurut sumber yang saya baca, asal usul sebutan gelar haji bagi mereka yang telah menunaikan ibadah haji pada awalnya tidak ada, sebutan haji baru muncul beberapa abad setelah wafatnya Rasullah SAW. Sejarah pemberian gelar haji dimulai pada tahun 654 Hijriah, pada saat kalangan tertentu di kota makkah bertikai dan pertikaian ini menimbulkan kekacauan dan fitnah yang mengganggu keamanan kota Makkah.
Kondisi yang tidak kondusif mengakibatkan hubungan kota Makkah dengan dunia luar terputus, kondisi itu semakin parah dengan bertambahnya kekacauan yang menimbulkan konflik besar yang mengakibatkan tidak dapat diselenggarakannya ibadah haji pada tahun itu, bahkan penduduk setempat sekalipun juga tidak dapat melaksanakannya.
Setelah satu tahun berselang keadaan mulai membaik, ibadah haji dapat dilaksanakan kembali walaupun dengan cara yang tidak mudah. Mereka yang berasal dari luar kota Makkah selain harus mempersiapkan mental, mereka juga harus mempersiapkan diri seperti hendak pergi berperang, jamaah haji harus membawa senjata sebagai perlindungan diri terhadap hal-hal yang dapat membahayakannya.
Pada waktu itu melepas orang untuk pergi berhaji hampir sama dengan merelakan kepergian orang untuk pergi ke medan perang, karena mereka yang berhaji dihadapkan pada dua pilihan berupa kemungkinan antara hidup dan mati. Maka sekembalinya dari ibadah haji, mereka disambut dengan upacara kebesaran bagaikan menyambut pahlawan yang pulang dari medan perang. Tabuhan Tambur dan Seruling mengiringi kedatangan mereka, bahkan sampai di eluk-elukkan dengan sebutan “Ya Hajj, Ya Hajj”. Maka berawal dari sanalah setiap orang pulang berhaji diberi gelar “Haji”.