Mohon tunggu...
Fahrutimur
Fahrutimur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sejarah ditulis oleh orang yang tahu menulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Paket Darurat dan Puisi-Puisi Lainnya

29 Januari 2024   07:07 Diperbarui: 29 Januari 2024   07:22 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

KEPADA YANG DISAKITI

matikan lampu kamar itu
biarkan kegelapan melahap
butir-butir air mata yang bikin pipimu basah

biarkan kegelapan pecah di dalam dadamu
menutup bunyi nyeri dari tusukan duri
di kau punya hati

agar kau mengerti
bahwa kalo tidak ada orang lain
yang bisa menyembuhkanmu
selain kau sendiri

0_o
Makassar


KERINDUAN

aku ingin membiarkan diriku jatuh cinta kepadamu
seperti Ali mencintai Fatimah
bukan seperti Qais yang mencintai Laila

nona

tetapi entah kenapa, malam ini
aku hanya menginginkan sorga

merindukan ibuku

0_o
Makassar

BENDA MATI

burung gereja yang ada di mesjid sana
seakan sedang menunggu
seorang hamba Tuhan
yang lama lupa untuk menyembah
kebanyakan berbuat dosa
lupa caranya bertobat.

akulah sendal jepit
yang masih menolak
masuk ke mesjid

0_o
Makassar

PAKET DARURAT

pada Januari baru yang makin sepi
aku bertanya: bisakah mata ini
melihatmu kembali?
di sebuah kota
lampu lalu lintas
di terpa hujan. kata-kata dikalahkan
oleh nyanyian kodok, ingatan saya:
babi hutan, anjing liar, tubuh perempuan.
waktu memeliharaku lebih dalam
di dalam kandang.

jantung adalah detik
yang memukul dadaku
dikala sabtu tidak lagi
memperlihatkan senyummu
yang malam minggu.

rindu yang tercipta dari detik
semakin ke sini, semakin membesar
seumpama tsunami yang menghapus
sebuah wilayah. pada zaman di mana
seorang anak tak mau mendengar orang tuanya---
lalu mati dilahap bencana. yang diturunkan Tuhan
dalam sejarah kuno---tentang agama;
aku, tak ingin hilang ditelan rindu.
nona. kala kata-kataku adalah bangkai
yang siap disapu
oleh waktu.

semakin hari semakin aku terikat---balutan cuaca.
kuku-kuku ku menggigil
saat digigit dingin.
tubuhku disentuh angin
yang merobek hangat pada kulit.
seperti sampah, dibuang
didaur ulang
digunakan
lalu dibuang
kembali terulang---
terus begitu

malam ini
aku ingin melihatmu, saat kamis
adalah libur panjang
dari kematianku di ranjang---
kau adalah kapal tempatku ingin berteduh
dari tsunami rindu.

pada Januari baru yang makin brengsek
aku bertanya: bisakah mata ini
melihatmu kembali?

aku ingin menjadi Nuh
lalu membawa berbagai macam cinta
lewat tubuhmu.

cintaku adalah puisi
yang diam-diam berusaha menarik minatmu
di dunia maya. dunia tempat
engkau bisa ke mana saja---selain ke akhirat
di penghujung paket darurat
aku ingin kau jemput

ini rindu, siaga satu
dekat waktu, akan menjelma tsunami.

0_o
Makassar

MEMBUNUH DIRI

di atas tanah basah
aku berdiri dikurung hutan
setelah kata tersesat di dunia mimpi
yang mendendangkan kukuruyuk,
ayam bersayap kertas.
sunyi menjelma daun, semak
dan sisa-sisa kenangan wajah kekasih
saat jarum jam menunjuk angka 11.
cinta mati ditikam penyakit birahi.
serupa kelamin yang keluar nanah.
sakit dan menjengkelkan.
dan tidak ada pengajian maupun tangisan
untuk mengantar kepergiannya.
hanya ada amin dari ingin
untuk ia kembali dihidupkan.

bagai kayu yang terbakar
angin bahu-membahu menantang hasratku.
desirnya kelembutan perempuan.
aduhai, begitu nyaman meraba tubuh,
membisik sesuatu. aku laki-laki
yang dicuri cahaya mata. dikala iblis
bertakhta di kursi nafsu
yang menyimpan segala kamu;
iblis itu, nona, berlagak seperti sutradara
yang mengatur nasib para pemain
seperti yang terjadi di tempat impian---
tempat di mana ketelanjangan bukanlah ketabuan
sebelum taman menjadi saksi
dari tindakan yang mencicipi buah terlarang.
ingatanku, perlahan tenggelam
bersama bintang di banjir pagi.
jatuh, lalu berenang lebih dalam ke dasar keresahan.
mata - hari menatap lalu membikinku lupa
akan tanggal - Masehi.
kala tradisi malam tetap berlangsung:
begadang orang susah tidur.

mata kumbang  melihatku tajam---
setajam peluru yang memburu tubuh;  
jika saat ini kau bersamaku,
akan terlihat juga olehmu
di sorotan mata kumbang itu
ada tersirat berbagai berita
tentang manusia yang semakin jauh
dari hening hutan
melebur dalam banjir manusia urban
tidak seperti para moyang
yang dipuja bagai dewa timur barat utara dan selatan.
sorotan mata itu, nona, tidak seperti sorotan berita
di layar kaca handphone kita.

"Siapa yang mencoba jernih
dari kebisingan, dunia - godaan?" bisik sutradara,
pantang menyerah untuk memberi tantangan --
orang overthinking. bagi jiwa-jiwa yang penuh minyak
bisikan itu adalah api yang mengurung iman.

dikala laut bisu di sini, burung
sibuk dalam sarang
di atas pohon luka (akibat serakah bangsa manusia).
burung itu, nona, mencoba membikin sebuah ranjang
untuk-Nya. sekaligus ranjang untuk menampung jiwa-jiwa
tersesat---sebuah usaha yang begitu akrab dengan ikhlas
untuk menjadi babu atas segala perintah-Nya.

hutan memberi kisahku lebih sendiri.
hubungan intens yang pernah ada, mati bersamamu.
sedang rupamu telah jadi lukisan tuli.
malam-malam, Tuhan kuminta untuk muncul
jadi raja di tubuhku yang baru
agar kehidupan yang memberi cakap
tentang kemacetan dan kecapean
tentang amal yang dimaling
dan uang yang mengontrol ruang,
juga denyut pada kening,
habis dimakan belatung;
agar kehidupan mencegah hasrat kembali
muncul dari segala angin yang membawa tanya
tentang apa itu orang beramal
dan apa itu orang berdosa;
dikala banyak mulut janji menjaga segala ingin
dari setiap kepentingan manusia---
pencitraan seorang hamba
yang mencoba menipu mata pemiliknya,
begitu kencang bertambah jumlah
seperti laju kendaraan yang menerobos lampu merah.
zaman ini, Tuhan ikut bertambah juga.
tuhan-tuhan itu bukan lagi sang pencipta
tapi diciptakan oleh ciptaannya.
dan aku tak perlu tuhan itu menjadi rajaku
yang kumau adalah Tuhan yang asli,  
agar hidupku yang keseks
tidak lagi dihantui oleh putusan meja sidang
dan hakim yang dihadirkan manusia
jika aku melakukan pelanggaran
atas banyak hukum yang mereka sucikan;
agar aku tak lagi menunggu kata
menemukan jalan pulang
untuk mengkudeta iblis dari takhtanya;
agar cinta direinkarnasi untuk sesuatu yang suci
selain tubuh bugil---punyamu
yang dulu tabah menerima kecupku.

0_o
Makassar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun