Disebutkan dalam Majmu' Imam Zaid dari Ali bahwa beliau membenci perkawinan dengan wanita harbiyyah. Pensyarah kitab tersebut dalam Ar-Raudh an-Nadhir berkata, "Yang dimaksud dengan al-karahah (kemakruhan/kebencian) di sini ialah haram, karena mereka tidak termasuk ahli dzimmah yang tunduk kepada umat lslam. Dan suatu kaum mengatakan makruh dan tidak mengharamkannya berdasarkan keumuman ayat:
"... dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan dan orang-orang yang diberi al-kitab sebelum kamu."
Jadi, mereka lebih mengutamakan bunyi teks Al-Qur'an dari pada negeri yakni negeri Islam." (Lihat: ar-Raudh an-Nadhir. Jilid: 4, Hlm: 270-274).
Ahli Kitab yang menjadi penduduk negeri lslam berbeda dengan yang bukan penduduk Darul Islam/negeri Islam. Orang yang mau berpikir dan merenungkan niscaya ia akan melihat bahwa pendapat Ibnu Abbas ini merupakan pendapat yang cemerlang dan kuat, karena Allah telah menjadikan persemendaan/peratalian keluarga karena kawin dengan anggota suatu kaum. ini sebagai hubungan paling kuat di antara manusia, karena akan melahirkan hubungan nasab dan darah. Oleh karena itu, Allah berfirman:
"Dan Dia pula yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu punya keturunan dan Mushaharah..." (QS. al-Furqan : 54).
Mushaharah artinya hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan seperti menantu, ipar, dan sebagainya.
Karena itu, bagaimana mungkin hubungan ini atan terjadi antara umat Islam dengan orang-orang yang menentang dan memerangi mereka bagimana mungkin akan diperbolehkan orang muslim bersemenda dengan mereka yang kemudian dari persemendaan ini akan lahir anak dan cucu, paman dan bibi ? Apalagi yang menjadi isteri, pengatur rumah tangga, dan ibu anak-anaknya itu dari golongan yang memerangi kaum muslimin itu ? Bagaimana mungkin akan dijamin aman bahwa ia tidak mencari-cari kekurangan umat Islam dan rahasia mereka lalu menginformasikannya kepada kaumnya ?.
Maka tidaklah mengherankan bila kita lihat al-Allamah Abu Bakar ar-Razi al-Hanafi cenderung menguatkan pendapat Ibnu Abbas, dengan mengemukakan alasan firman Allah:
"Kamu tidak akan mendapti suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya..." (QS. al-Mujadalah: 22).
Bukankah dalam perkawinan kita dituntut untuk saling memberi kasih sayang ?. Allah berfirman:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri: dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang..." (QS. ar-Rum: 21).