Gadis Itu hanya duduk di pinggir trotoar, bajunya terlihat basah oleh hujan yang baru saja reda, tatapan matanya kosong memandang mobil-mobil yang berlalu lalang. Mataku berkeliling, aku tak melihat anak-anak lain yang mungkin menjadi kelompoknya, kelompok anak-anak jalanan. Tak juga kulihat ada orang dewasa yang mengawasinya dari jauh. Entah kenapa, aku sering melihat anak gelandangan yang lain, dan biasanya aku tak perduli, tapi gadis ini mengusik hatiku.
  Lama aku termangu menatap gadis kecil itu. Lamunanku buyar ketika secara tiba-tiba ia berdiri menghampiri sebuah mobil yang berhenti secara mendadak  akibat lampu lalu-lintas didepannya sudah menyala merah. Namun ia hanya mendekati mobil itu tanpa melakukan apa-apa. Semakin jelas sosoknya, gadis  kecil itu usianya tak lebih dari 10 tahun. Wajahnya pucat menahan dingin dan lapar. Mobil yang ia hampiri tak lama kemudian bergerak menjauhinya, begitu pula mobil-mobil yang lain, seakan-akan sosoknya tidak terlihat dipinggir jalan.
  Harapannya punah, Ia kembali kepojokan jalan. Mataku berputar sekeliling, tak juga kutemukan apa yang kucari. Aku hendak melangkah meninggalkan tempatku berdiri, mencoba tidak perduli, namun kesadaran seperti menahanku "Bagaimana kalau ada orang-orang jahat yang menangkap gadis kecil ini?" Kulitku mendadak seperti diguyur segalon air es, bulu kudukku terasa berdiri. Kuhampiri dia yang sedang duduk melamun.Â
"Adik sudah makan belum?" Ia menggeleng, menatapku seakan-akan aku harimau yang akan menerkamnya. Kusodorkan selembar uang sepuluh ribuan.Â
 Ia langsung mengambilnya dari tanganku dan mengucapkan terima kasih. Setengah berlari kulihat ia menuju warung nasi. Aku menunggu. Tak lama kemudian kulihat ia menatapku dari jauh. Kulambaikan tangan kearahnya dan ia melangkah menghampiriku dalam diam dan tertunduk.
 "Adik tinggal dimana?" Dia menggeleng, matanya mengarah kewarung kosong yang tak terpakai di pinggir jalan. Tentu saja aku jadi teringat putriku yang masih balita dan sekarang pasti sudah tertidur lelap. "Oh tidak, jangan sampai ia tidur disana malam ini." Batinku berteriak.
  Butuh waktu cukup lama otakku berputar mencari solusinya. "Malam ini biar aku titipkan kepada sekurity kantorku, toh kantorku masih tutup akibat pandemi covid. Sekurity disana orang baik pasti mau menolong gadis kecil ini" Alam bawah sadarku memberi jawaban.
  Lama aku terdiam memandang gadis kecil itu sambil menimbang-nimbang dan akhirnya kutunjukkan kepadanya gedung tinggi yang terlihat dari sini.Â
 "Adik, malam ini jangan tidur disana, Om ajak menginap di kantor Om saja, disana ada bapak Satpam yang baik hati yang akan menjagamu, bagaimana, mau kan?" Ia menatapku lama lalu mengangguk, " Siapa namamu?"
 "Ziza"
 Aku membalikkan badan melangkah sambil memberi isyarat agar Ziza mengikutiku. Ziza berjalan mengikutiku namun mengambil jarak cukup jauh. Aku mengerti sikap hati-hati gadis ini, hidup di jalanan mungkin memberikannya pelajaran agar tidak gampang percaya dengan kebaikan orang.  Tak lama kami sampai di gerbang kantorku dan langsung kusampaikan maksud hatiku ke pada Pak Bahri, beliau mengerti dan langsung membereskan pos jaganya untuk istirahat Ziza malam ini.