Mohon tunggu...
Fahrul Rozi
Fahrul Rozi Mohon Tunggu... Penulis - Saya adalah seorang pembelajar yang ingin tahu banyak hal

Aku berkarya maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat sebagai Bekal Hidup di Era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0

14 Maret 2020   07:28 Diperbarui: 14 Maret 2020   07:35 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam di manapun Anda berada.

Melihat kondisi sosial masyarakat Indonesia akhir-akhir ini membuat penulis merasa iba. Pasalnya, terdapat semacam pergeseran nilai yang terjadi pada masyarakat kita. Tak dipungkiri, keinginan yang sifatnya materialistik menjadi dasar daripada mindset mereka. 

Banyak sekali terjadinya segmentasi keilmuan, sehingga adanya fakultas kedokteran, fakultas ekonomi, fakultas teknik dan seterusnya menjadi bukti dari adanya segmentasi secara konkret. Gejala ini terdapat orang yang bermain dibelakang. Masyakarat awam nampaknya memang awam untuk menangkap pergeseran struktur yang terjadi.

Sebagai bukti empiris penulis, di daerah penulis sendiri terdapat apa yang disebut sebagai pengangguran intelektual, dimana terdapat lulusan S1 fakultas teknik masih saja menganggur hingga kini. Itulah bukti dari adanya pendidikan di Indonesia yang tidak linier dengan karier seseorang. Maka dalam hal ini, kuliah hanyalah sebuah jalan dan bukan sebuah tujuan. Kuliah tidaklah menjamin seseorang untuk dapat menjadi orang sukses atau kaya seperti asumsi masyarakat awam (common sense). 

Sehingga jika penulis boleh meminjam istilah Najwa Shihab bahwasannya "untuk kalian para mahasiswa janganlah berkeluh kesah dan teruslah mengasah." Kiranya kata-kata tersebut dapat membuat kita termotivasi ditengah kegalauan karena tidak menentu nya hidup ini.

Di tengah Revolusi Industri 4.0 ini nampaknya membuat peran manusia menjadi terdegradasi. Maksudnya adalah terjadi apa yang disebut sebagai pergantian tenaga kerja dari yang semula diperankan oleh manusia, maka hari ini, detik ini, digantikan oleh tenaga robot atau kecerdasan buatan seperti komputer. Disitu terjadilah apa yang penulis sering katakan sebagai dehumanisasi. 

Adanya keadaan tersebut memunculkan antitesa yang bernama Society 5.0 dimana ketika peran manusia telah digantikan oleh tenaga robot atau kecerdasan pada Revolusi Industri 4.0, maka Society 5.0 lahir sebagai bentuk kepedulian terhadap eksistensi manusia. 

Di samping itu, sulit bagi kita untuk menganalisis patologi sosial hanya menggunakan satu pendekatan ilmu, maka perlu adanya yang disebut interdisipliner, yaitu mensintesiskan segala macam ilmu untuk menyelesaikan masalah sosial. Sehingga filsafat yang merupakan the mother of science dapat digunakan sebagai pisau analisis, oleh karena itu, pada abad 21 ini, filsafat benar-benar mencapai puncaknya. Filsafat pada abad 21 ini benar-benar berjaya dan bekal terakhir bagi mereka yang ingin menjadi seorang pemenang.

Fahrul Rozi, 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun