Bagi yang pernah mengunjungi Aceh, terlebih lagi Banda Aceh, tentu pernah mencicipi nikmatnya es cendol Aceh di siang hari yang panas. Cendol yang dalam ejaan Aceh disebut "cindoy" memiliki citarasa yang berbeda dengan minuman sejenisnya dari daerah lain. Komposisi campurannya secara umum terdiri dari biji delima (olahan tepung ubi/sagu), kacang hijau, kacang merah, "cindoy", cincau, terkadang ada juga roti, tape, dan durian. Pelengkap sajiannya tentu saja santan kental dan gula merah, disempurnakan dengan serutan es balok yang menghadirkan rasa dingin yang menyejukkan.
Ketenaran es cendol Aceh ternyata bukan hanya terbatas pada penduduk setempat, bahkan para pelancong dari negeri jiran Malaysia pun mengakui kerinduannya akan kesejukan "ais cendol khas Aceh" setiap kali punya kesempatan menziarahi Banda Aceh. Tempat legendaris bagi es cendol ini adalah Pasar Aceh, tepatnya Kampung Baru, di arah barat Mesjid Raya Baiturrahman.Â
Namun beberapa penjual es cendol kemudian memadukannya dengan mie kocok, salah satu makanan khas lainnya tapi biasanya tidak dijual dipinggir jalan melainkan di kedai-kedai semacam warung makan. Banyak pilihan bagi kedai mie kocok di Banda Aceh, mulai dari kedai si doel, kedai mutiara, dan mie kocok sabena yang terkenal.
Tapi berbeda dengan yang lain, es campur afuk membawa tradisi dagangan cendol ke level berikutnya yaitu outlet gerobak es campur yang bisa menjangkau pelanggan lebih dekat. Perjuangan seorang ayah atau ibu untuk mendapatkan sebungkus es cendol nikmat tidak lagi berpeluh keringat seperti dulu. Kini tidak perlu lagi harus menembus padatnya lalu lintas Pasar Aceh hanya untuk sebungkus es cendol, karena gerobak es campur afuk sudah mendekati rumah mereka, beradaptasi dengan zaman untuk mempertahankan pelanggan tanpa mengubah cita rasa.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H