Mohon tunggu...
Fahrul Rizal bin Iskandar
Fahrul Rizal bin Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Peminat Sejarah Kuno

Dilahirkan dan menyelesaikan pendidikan sampai lulus SMA di Banda Aceh, melanjutkan pendidikan S1 Teknik Perminyakan di Yogyakarta kemudian memperoleh kesempatan kembali ke Banda Aceh untuk menyelesaikan S2 Ilmu Ekonomi dengan beasiswa Bappenas. Peminat sejarah peradaban manusia, memiliki perhatian khusus pada sejarah peradaban Islam dan Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sulitnya Menjaga Program Diet di Kota Madani

20 Januari 2019   22:23 Diperbarui: 20 Januari 2019   22:45 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana Makan Bersama Ba'da Maghrib di Mushalla Darul Hikmah (Photo: Dokumen Pribadi)
Suasana Makan Bersama Ba'da Maghrib di Mushalla Darul Hikmah (Photo: Dokumen Pribadi)
Kota Madani merupakan sebutan lain bagi Banda Aceh, istilah yang digunakan oleh Ibu Illiza Sa'adaduddin Djamal sewaktu memimpin kota ini, yang menggambarkan cita-cita dari penghuni kota tersebut untuk hidup penuh kasih sayang, saling membantu, dan saling memaafkan. Impian yang sangat realistis bila berpatokan pada budaya untuk saling memberi makan yang sudah mengakar pada masyarakat Banda Aceh.

Hal ini mengingatkan kita bahwa diantara nasehat yang pertama kali disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika tiba di Madinah adalah perintah untuk menebarkan salam dan memberi makan. Sebagai masyarakat Islam tentunya budaya penduduk Banda Aceh sangat dipengaruhi nilai dan norma Islami tersebut.

Dan jangan berpikir bahwa yang akan memberi makan itu adalah dari golongan kaya dengan kehidupan mewahnya, tapi kebanyakan hidangan yang tidak dapat dihindari itu justru disajikan oleh mereka yang keadaan ekonominya biasa-biasa saja.

Seperti halnya pada malam ini, setelah shalat maghrib seperti biasa saya hendak beranjak pulang kembali ke rumah. Tapi rupanya Ustadz Jufri yang profesinya sebagai guru sekolah dasar itu sejak sore tadi bersama istrinya sudah mempersiapkan hidangan makan malam bagi jamaah maghrib Mushalla Darul Hikmah, Punge Blang Cut.

Kontan saja rencana untuk tidak makan malam lagi menjadi berantakan. Maklumlah, dengan tinggi badan hanya 169 cm maka berat badan sebesar 92 kg adalah sebuah masalah tersendiri buat saya. Kalau delapan tahun yang lalu ukuran celana nomor 36 masih muat maka sekarang untuk nomor 40 pun sudah mulai terasa ketat.

Tetapi apa boleh buat, kalau sudah berhadapan dengan kuliner lokal apalagi ayam masak Aceh seperti yang dihidangkan oleh Ustadz Jufri kali ini maka jangan harap keteguhan hati akan memenangkan pertarungan antara keinginan dan kebutuhan makan ini. Faktanya memang banyak wisatawan bahkan penduduk lokal yang bersedia merogoh dalam-dalam koceknya untuk sekedar menikmati khazanah kuliner Aceh di restoran-restoran Banda Aceh yang ternama. Bukankah itu sudah cukup menjadi bukti akan kelezatan dan cita rasa makanan Aceh yang sulit untuk diabaikan?

Walau bagaimana pun akhirnya harus diakui, latihan interval training tadi pagi dengan sepeda statis selama 20 menit tidak mampu mengimbangi asupan kalori malam ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun