Mohon tunggu...
Fahrul Rizal bin Iskandar
Fahrul Rizal bin Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Peminat Sejarah Kuno

Dilahirkan dan menyelesaikan pendidikan sampai lulus SMA di Banda Aceh, melanjutkan pendidikan S1 Teknik Perminyakan di Yogyakarta kemudian memperoleh kesempatan kembali ke Banda Aceh untuk menyelesaikan S2 Ilmu Ekonomi dengan beasiswa Bappenas. Peminat sejarah peradaban manusia, memiliki perhatian khusus pada sejarah peradaban Islam dan Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hikayat Indra Pura dalam Seteru Bersaudara (Bagian 3 - Tamat)

6 Januari 2019   16:55 Diperbarui: 6 Januari 2019   17:00 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Akhir dari Indra Raya

Saat Indra Raya tanpa raja, di negeri Khitan bertahta Rajendra sebagai Maharaja Khitan, memiliki seorang panglima bernama Rama Setia. Sesuai dengan titah maharaja, sang panglima berlayar menyusuri selat besar menuju ujung negeri dibawah angin. Kabar tentang kemakmuran Indra Raya rupanya telah sampai ke telinga sang maharaja.

Armada bidar tentara Khitan akhirnya tiba di muara pantai sungai besar, tampak pada mata mereka benteng Kuta Indrapatra yang berdiri kokoh dan megah. Namun dalam sekilas pandangan Rama Setia benteng itu sepi dari para prajurit penjaga. Tidak gegabah dalam mengambil tindakan, panglima Khitan ini membawa pasukan mendarat jauh dari Kuta Indrapatra, dipilihnya daerah yang dibatasi sungai kecil yaitu daerah yang bernama Tibang Alur Naga. Dari tempat ini Rama Setia membangunan basis pertahanan dan menyebarkan mata-mata.

Para mata-mata Khitan dengan mudah menyusup ke bandar-bandar kecil di Indra Raya karena kedua bangsa itu asalnya dari satu keturunan sehingga bahasa keduanya tidaklah berbeda kecuali hanya pada logat bicara saja. Penduduk Khitan dikenal dengan intonasi sedikit lebih keras dibandingkan penduduk Indra Raya.  Akhirnya keadaan Indra Raya yang tanpa maharaja itu diketahui benar oleh Rama Setia, dan serangan pun dimulai.

Tentara Khitan memperlakukan penduduk Indra Raya tidak seperti saudara sepupu jauh tetapi dengan kekejamanan yang luar biasa. Strategi brutal ini dimaksudkan untuk mematahkan semangat perjuangan penduduk Indra Raya sehingga proses penaklukan diharapkan dapat dilakukan dengan cepat. Namun dalam kondisi seperti itu malah golongan aristrokat Indra Raya lebih memikirkan cara mempertahankan kebangsawanannya.

Perwira-perwira istana mendatangi kuil-kuil tempat para Sami bersemedi, tujuan mereka agar dikeluarkan fatwa tentang kewajiban bagi rakyat jelata untuk membela kepentingan kaum bangsawan. Pemimpin para Sami yang disebut Sami Lakh Dam kala itu tinggal di pedalaman lembah Gunung Emas, jaraknya dari Kuta Indrapuri selama dua hari perjalanan. Ketika perwira-perwira itu telah berkumpul di pesanggrahan Sami Lakh Dam, orang tua itu malah mengeluarkan fatwa yang mengejutkan mereka semua:

"Sebelum kita memerangi musuh dari luar, perangi dahulu musuh dari dalam, yaitu kesenangan para perwira itu sendiri. Janganlah rakyat itu dihinakan setiap saat, ketika keadaan tentram mereka dipaksa bekerja tanpa diberi upah yang cukup. Kemudian saat musuh datang untuk merampas kebangsawanan para perwira mereka dituntut berperang demi kesenangan para perwira itu pun dalam keadaan lapar. 

Menyesallah para perwira, karena tidak pernah sekalipun berterimakasih pada rakyat jelata. Wajib menghukum diri sendiri terlebih dahulu sebelum menegakkan hukum bagi orang lain."

Begitulah ditulis pada yupa prasasti yang dibawa keluar dari Kuil Lembah Emas, demikian fatwa Sami Lakh Dam yang bagaikan ultimatum bagi kaum bangsawan agar tidak lagi mengharapkan manfaat dari perbudakan terhadap rakyatnya. Andai saja saat bangsa Khitan menyerang keadaan penduduk Indra Raya dalam keadilan yang setara, tidaklah mungkin para perwira itu gusar dengan kelanggengan kekuasaannya. 

Karena yang diharapkan oleh rakyat jelata bukanlah kedudukan dalam istana namun sekedar keamanan dari perampasan, perampokan, dan tuduhan sewenang-wenang dari penguasa kerajaan.

Akhir dari Indra Raya ternyata begitu tragis, ketika terbukti bahwa Raja Harsya tidak mampu menanamkan karakter kepemimpinan bagi penghuni istana malah disaat itu pula penduduk negeri ini dihantam oleh musuh dari luar yang begitu kejam dan bengis. Membuat penduduk dari negeri yang makmur ini terpaksa mengungsi jauh ke negeri-negeri asing, memilih menjadi minoritas di negeri asing asalkan impian keadilan masih mau menyambangi tidur mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun