Mohon tunggu...
Fahrul Ramadhan
Fahrul Ramadhan Mohon Tunggu... Atlet - Preferensi mahasiswa

Kepribadian mengingat banyak teman dan bersosialisasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Suara Feminis Tokenisme Musim Pemilu

10 Januari 2024   20:47 Diperbarui: 10 Januari 2024   21:04 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Memasuki musim Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan babak baru lima tahun sekali sebagai peralihan transisi kekuasaan personal dengan jualan yang manis-manis sewalaupun pahit bisa saja dibuat lebih manis dari air madu, banyak jualan calon legislatif, Yudikatif dan Eksekutif  dalam rangkaian meyakinkan publik atas kapasitas dirinya kenapa harus ikut pada kontestasi Pemilu, hadir seolah sebagai representasi situasi yan tidak berpihak terhadap lingkungan publik secara umum, upaya meyakinkan ruang publik dengan isu-isu tertentu merupakan bagian dari cara (rankaiyan) yang efektif  menuju jalan kemenangan untuk berkuasa.

Suara feminis tokenisme musim pemilu menarik sebuah kesimpulan umum soal sistem pemilu yang hanya melibatkan perempuan dalam ruang-ruang tertentu salah satunya pemilu, pemilu sedari awal yang berangkat pada kondisi yang tidak memungkinkan bagi para pekerja perempuan, ibu rumah tangga, pembantu rumah tangga dan perempuan miskin untuk tampil mewalili demokrasi  tanpa prasyarat dalam pemilu Indonesia, Keterwakilan perempuan dalam aturan pemilu kita adalah mendorong perempuan-perempuan yang memiliki kategori kelas menengah dan menengah keatas (kaya raya) untuk maju menjadi caleg.

Mungkin teman-teman semua sudah tau terminologi tokenestik dalam sebuah pengertian, Tokenestik adalah praktek yang hanya melakukan upaya asal-asalan atau simbol untuk bersikap inklusif terhadap aggota kelompok minoritas, terutama dengan merekrut orang-orang dari kelompok yang kurang terwakili untuk memberikan kesan kesetaraan rasa tau gender di tempat kerja atau atau konteks pendidikan. Upaya memasukan individu token (Feminis Tokenestik) ke dalam pekerjaan atau sekolah biasanya dimaksudakan untuk menciptakan kesan inklusif dan keberagaman sosial, Tokenisme secara umum memasukkan seseorang kedalam suatu kelompok demi terdengar atau tampil beragam.

Landasan saya terhadap Feminisme Tokenisme mengutip yang disampaikan Rossa Luxembrung "Feminisme Tokenestik"  (Feminisme Borjuasi) yang membatasi diri pada kampanye hak pilih dan menanggalkan emansipasi perempuan dari penindasan kapitalisme. Dalam kapitalisme, perempuan mengalami penindasan ganda: dalam keluaraga dan tempat kerja. Maka emansipasi kelas proletariat bersamaan dengan revolusi kelas proletariat ("On the Fallen of  women of  liberalism" ,1912). mencoba memaknai cara pandangan perempuan borjuasi yang mempertanyakan dimana posisi perempuan ditempatkan dalam sebuah demokrasi yang liberalisme seperti sekarang ini, sedangkan dalam posisi yang lain seperti ketika ada buruh perempuan tidak di berikan hak cuti haid, hamil ,melahirkan  tidak pernah di perjuangkan dan dimuaran oleh perempuan-peremuan yang saat pemilu teriak mewakili perempuan dan meperjuangkan hak kesetaraan. Presentasi perempuan dalam anggota parlemen kita sudah lumayan menigkat tiap kali hasil pemilihan umum berlangsung, Berdasarkan hasil Pemilu 2019, keterwakilan perempuan di Lembaga Legislatif Nasional (DPR-RI) berada pada angka 20,8% atau 120 anggota legislatif perempuan dari 575 anggota DPR RI. dapat dipastikan hasil pemilu 2024 teterwakilan perempuan dalam parlemen menglami peningkatan  yang signifikan karena milihat jumlah calon perempuan tiap partai politik hitungan rat-rata melebihi satu orang tiap dapil pemilihan DPR-RI.

Data Pemilu pemilih perempuan Indonesia 2024 dominansi oleh perempuan dari data pemilih laki-laki ini membuktikan perempuan terhadap sektor publik  jauh lebih besar kalau saja bisa dikelola berdasarkan sebuah isu yang menyedepankan hak perempuan secara struktural, KPU menetapkan DPT Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 orang, terdiri dari jumlah pemilih laki-laki 102.218.503 orang dan pemilih perempuan 102.588.719 orang. Semua ini tidak bisa dikelola secara khusus oleh kelompok tokenisme karena semua itu berangkat dari kemiskinan gagasan dan tidak memiliki isu jualan yang tepat, memanfaatkan isu perempuan sebagai kempentingan tertentu.

Jangan salah interprestasi bahwa tulisan ini tidak mendukung caleg perempuan atau pemimpin perempuan tapi kata kuncinya adalah jangan mengatas namakan jender  untuk kepentingan personal (apalagi melibatkan orang banyak), Menuju hari perempuan sedunia (IWD) terkhusus Indonesia harus dikembalikan emansipasi perjuangan perempuan pada hakikat filosofisnya.

Sitem pemilu kita tidak mewakili siapa-siapa untuk sementara ini, tentu sistem pemilu kita mewakili kelompok minor yaitu tuan modal, oligark, dan kalaupun mengats namakan perempuan yaitu perempuan-perempuan borjuasai. Bagaimana mayoritas perempuan bisa terwakilkan yaitu dengan cara memperkuat ikatan komunitas senasib, melibatkan diri dengan partai yang tidak didominasi oleh oligarki dan tuan modal, dan menjadikan perjuangan perempuan sebagai sebuah interseksionalitas yang mewujudkan cita-cita bersama dengan seluruh kaum maarjinal.

Bukti sistem pemilu liberal Indonesia memakai opini publik yang dekat dengan kehidupan rakyat Indonesia seperti mewujudkan pendikan gratis, sekolah berbasis jender, memberikan bantuan sosial sebesar-besarnya, menjaga ekonomi kelas bawah dengan pengembangan pasar tradisional, ini semua hanya bangian memperlihatkan sisi ultilaterian dibalik sistem yang buruk dan bobrok, sehingga dalam pelaksanaan ekomi politik masih fasih pada sandaran kepentingan tuan modal, seolah pemilu melahirakan sebuah kedaulatan besar dari segala kedaulatan yang ada.

Ini hanya pentar

bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun