Mohon tunggu...
Fahrul C
Fahrul C Mohon Tunggu... PNS -

tertarik dengan perkembangan terupdate bidang teknologi, keuangan dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Elpiji Non Subsidi, Antara Kenikmatan dan Kesejahteraan

10 September 2014   06:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:08 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini kita bisa dengan mudah menikmati berbagai jenis kuliner lezat, semua pasti setuju bahwa kuliner yang enak tersebut terbuat dari bumbu dan racikan yang pas sehingga menghasilkan makanan yang maknyus (kata pak bondan winarno).

Tapi kita sering melupakan proses membuat makanan enak tersebut, tanpa adanya bahan bakar tentu makanan seenak apapun tidak mungkin dihasilkan, kebanyakan orang hanya menganggap enteng peranan bahan bakar seperti minyak tanah,kayu bakar dan gas.

Tulisan ini akan memfokuskan pembicaraan kita pada gas, mengingat hasil penelitian dan survey yang dilakukan telah mentasbihkan bahan bakar ini dapat menghasilkan kualitas prima didalam memasak dengan nilai yang paling ekonomis. Terkait dengan bahasan gas juga hanya dibatasi dengan membahas Elpiji, khususnya Elpiji Non Subsidi 12 kg mengingat saat ini timbul polemik di tengah masyarakat terkait penyesuaian harganya.

Pendistribusian Gas Elpiji

Kita mulai dengan proses distribusi gas elpiji, berdasarkan Informasi yang didapat dari Pertamina, untuk sampai kepada masyarakat, gas elpiji 12kg harus melalui 8 titik mata rantai distribusi, dimulai dari sumber suplai LPG sampai dengan penjualan produk LPG ke pengecer/konsumen (lihat gambar).

Perbandingan Biaya Pengeluaran Gas Elpiji dengan Pengeluaran Hidup Lainnya

Proses pendistribusian tergolong panjang. Meskipun demikian, berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Nielsen, ternyata biaya yang dikeluarkan oleh konsumen/rumah tangga terhadap Elpiji 12 kg hanya sebesar Rp.90.000 - Rp.100.000 per bulan coba dibandingkan dengan biaya rekreasi yang dikeluarkan dalam sebulah dapat mencapai Rp.622.000 – Rp.1.284.000 (kemungkinan besar didalam pengeluaran ini termasuk biaya makanan enak yang perporsi rata-rata sebesar 50 ribu sekali makan,dengan kata lain hanya dengan 2 kali makan kita bisa rasakan kenyaman menggunakan elpiji 12kg selama sebulan). Lihat grafik detail pengeluaran selama sebulan.

141027957176001204
141027957176001204

Perbandingan Harga Gas Elpiji di beberapa Negara

Cukup ironi melihat kondisi diatas ya, kita akan semakin tercengang lagi dengan data perbandingan harga jual LPG Non Subsidi diberbagai Negara, harga termahal ada di Negara tetangga kita, Filipina sebesar Rp. 24.000 sedangkan yang paling murah lagi-lagi Negara kita yang hanya Rp.7.700 – 14.300.lihat grafik dibawah ini.

14102796241834567082
14102796241834567082

Semakin ironis melihat fakta-fakta yang telah ditampilkan terkait dengan elpiji non subsidi. Namun untuk tidak mengurangi keberpihakan terhadap elpiji non subsidi, Kita kembali lagi ke kisah awal terkait dengan makanan enak. Dilihat dari semua komponen masakan enak yang kita rasakan hampir seluruhnya dibayar sesuai dengan harga pasar. Mulai dari harga masakan yang dibayar, semakin enak semakin mahal; gaji tukang masak, semakin ahli semakin besar gajinya; harga bahan baku dan bumbu, semakin berkualitas semakin mahal harganya. Pokoknya hampir semua komponen tersebut dibayarkan sesuai dengan mekanisme pasar, sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran. Tapi kenyataannya, masih ada komponen pokok yang kita gunakan dan nikmati yang dibayarkan jauh dari harga pasarnya, dengan kata lain harga tersebut masih dibantu oleh subsidi. Komponen tersebut adalah gas elpiji 12 kg, lalu berapa sih sepatutnya harga gas elpiji 12kg.

Harga gas elpiji dan Penyesuaiannya

Pertamina menyusun roadmap (rencana strategi) penyesuaian harga gas elpiji 12 kg nonsubsidi dalam 6 tahap untuk kurun waktu 3 tahun.

Pada bulan Januari dan Juli 2014 harga dinaikkan Rp 1.000/kg sehingga perkiraan harga jual pada bulan Juli 2014 sebesar Rp 6.994/kg. Dengan harga ini diperkirakan harga di konsumen Rp 8.640 kg (setelah ditambah biaya distribusi) sehingga harga per tabung Rp 103.700.

Berikutnya pada tahun 2015 harga dinaikkan pada bulan Januari dan Juli sebesar Rp 1.500/kg. Dengan kenaikan ini, maka harga gas menjadi 9.944/kg. Dengan tambahan biaya distribusi harga per tabung di tangan konsumen pada bulan Juli 2015 menjadi 12.250/kg sehingga harga per tabung Rp 147.000.

Strategi berikut di tahun 2016 harga juga dinaikkan pada bulan Januari sebesar Rp 1.500/kg dan bulan Juli Rp 500/kg. Harga jual menjadi Rp 11.944/kg. setelah ditambah biaya distribusi menjadi Rp 14.660/kg sehingga harga per tabung Rp 175.900.

Sehingga baru di Bulan Juli 2016, menurut Adiatma, penjualan gas elpiji 12 kg nonsubsidi sudah tidak merugikan negara karena merupakan harga jual yang sesuai dengan biaya produksi.

Antisipasi Lonjakan Gas Elpiji 3 Kg

Padahal subsidi sepatutnya dinikmati oleh masyarakat yang membutuhkan, agar mereka dapat merasakan kesejahteraan juga. Bisa kita bayangkan jika masyarakat yang membutuhkan tersebut dapat menikmati masakan yang enak dengan harga gas yang terjangkau, tentu betapa enaknya hidup di negeri ini. Tapi bagaimana kita bisa yakin kalau gas elpiji yang disubsidi ini benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan.

Berdasakan informasi yang didapat dari Pertamina ternyata data agen dan distributor diseluruh Indonesia telah dimiliki dan ada pula sistem monitoring yang dapat memantau dan mengetahui bila terjadi anomali kondisi, seperti lonjokan permintaan atau upaya curang seperti mengoplos gas elpiji 3 kg ke 12kg.

Akhirnya, disaat kita bisa menikmati suatu barang/jasa dengan optimal pasti kita juga memiliki keyakinan kita telah membayar dengan harga yang optimal (harga pasar). Apabila kita menyadari ada harga yang ‘murah’, adanya unsur bantuan/subsidi di dalam harga tersebut, pasti kita akan mengorbankan pihak lain. Pihak lain tersebut besar kemungkinannya adalah masyarakat yang membutuhkan subsidi, sangat disayangkan bila hal seperti ini terjadi di negeri tercinta. Kita tentu tidak menginginkan adanya kesenjangan atau pihak menang dan kalah. Untuk itu dibutuhkan win-win solution, dengan kata lain, bagi yang mampu membayar sesuai dengan harga pasar dan yang tidak mampu diberikan subsidi, jaminan pemberian subsidi ini akan berdampak pada kesejahteraan bagi masyarakat yang tidak mampu. Kesimpulannya dengan elpiji non subsidi, baik kenikmatan dan kesejahteraan bisa dirasakan oleh seluruh komponen bangsa Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun