Seperti yang sudah diberitakan banyak media nasional, pada hari Sabtu 24 April 2021 KRI Nanggala 402 dinyatakan tenggelam (subsunk). Diketahui pada saat itu kapal selam kebanggaan Indonesia ini sedang menjalankan latihan penembakan torpedo dalam rangka memeriahkan hari Kartini. Tentu berita duka ini mengejutkan seluruh masyarakat Indonesia, terutama para keluarga korban yang ditinggalkan. Semoga para prajurit-prajurit kebanggaan bangsa yang gugur dalam misi ini bisa diterima amal kebaikannya disisi Tuhan Yang Maha Esa. Dalam artikel kali ini saya ingin mengajak sobat kompasianer untuk mendalami bagaimana cara menganalisis sebuah risiko menggunakan ISO 31000. Jika kita ingin melakukan analisis risiko menggunakan ISO 31000 maka ada beberapa hal yang harus kita perhatikan diantaranya; identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, dan perlakuan risiko. Kita mulai dari yang pertama yaitu identifikasi risiko.Â
Identifikasi risiko adalah jendela bagi kita untuk mengetahui mulai dari asal usul hingga dampak risiko, bisa dibilang overview/pandangan umum terhadap risiko tersebut. Akar penyebab dari tenggelamnya KRI Nanggala 402 sampai saat ini belum diketahui. Hal ini karena pihak berwenang baru akan melakukan investigasi setelah KRI Nanggala 402 berhasil diangkat ke daratan. Namun demikian, menurut Kepala Staff TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono tenggelamnya kapal selam ini lebih condong ke faktor alam. Dalam sebuah sesi pers conference beliau mengatakan bahwa KRI Nanggala 402 sudah melakukan prosedur penyelaman dengan benar. Diketahui bahwa KRI Nanggala 402 dapat menyelam sampai kedalaman 250 hingga 500 meter dibawah permukaan laut. Namun berdasarkan hasil data dari Remotely Operated Vehicle (ROV) kapal Swift Rescue milik Singapura bahwa KRI Nanggala 402 tenggelam hingga 838 meter.Â
Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai perawatan kapal selam tersebut. Menurut data, saat ini tahun 2021 Kementerian Pertahanan mendapat anggaran sebesar Rp 136,995 triliun. Artinya seluruh alutsista yang dimiliki TNI sudah mendapat jatah dana untuk perawatan dan peremajaan. Disisi lain, dampak dari risiko ini tidak main-main. Dampak dari tenggelamnya KRI Nanggala terhadap reputasi keamanan dan keunggulan alutsista yang dimiliki TNI menjadi berkurang. Tentu tidak bisa dipungkiri bahwa kekhawatiran masyarakat akan kedaulatan NKRI bergantung pada kehandalan dan kemampuan TNI kita termasuk fasilitas yang dimiliki seperti alutsista. Selain itu dampak ancaman infasi militer negara lain juga mengancam kita selagi perlengkapan perang TNI tidak dalam kondisi optimal. Dalam hal ini keamanan laut Indonesia terancam karena hilangnya kapal selam KRI Nanggala 402 yang bertugas untuk menjaga perairan Indonesia.
Dan tahap yang terakhir adalah perlakuan risiko. Strategi dalam memperlakukan risiko ini adalah mitigate atau mencegah terjadinya risiko. Mengapa demikian, karena perlakuan seperti melakukan perawatan rutin kapal, memberikan pelatihan secara berkala kepada awak kapak, dan mempelajari kondisi laut dan cuaca bisa menjadi cara untuk mencegah kejadian ini terulang kembali. Tentu dalam memperlakukan risiko kita tidak bisa langsung menjalankannya saja, namun terdapat sejumlah dana yang perlu dianggarkan.Â
Dalam hal ini PT PAL sudah menyediakan anggaran sebesar RP 1,26 triliun untuk seluruh armada kapal selam. Rincian penggunaan anggaran sebagai berikut ; Rp 1 triliun untuk untuk pemeliharaan fasilitas kapal selam, Rp 265,83 miliar untuk peralatan, dan Rp 10 miliar untuk SDM. Dengan demikian diharapkan hal serupa bisa diminimalisir probability terjadinya. Tragedi tenggelamnya KRI Nanggala 402 bisa kita lihat sebagai pembelajaran bagi kita semua bahwa sebaik-baikya manusia berencana sebaik-baiknya manusia mencegah tetap harus menerima jalan yang sudah ditentukan oleh-Nya. Akhir kata mari kita panjatkan doa untuk seluruh prajurit yang gugur dan juga segenap keluarga yang ditinggalkan.
Sumber :