Dengan bangganya dia mengatakan pendidikan dulu lebih baik proses ketimbang pendidikan sekarang. Dulu guru-guru sangat tegas kepada siswanya terhadap proses pembelajaran. Bandal sedikit saja maka anak sudah dipukul. Dengan segala rasa bangganya dia mengatakan tapi hasilnya nyata. Generasi tak manja. Banyak Orang-orang berhasil lewat didikan seperti itu.
Dia bandingkan dengan pendidikan sekarang yang katanya terlalu lembek. Anak dipukul guru sudah tidak boleh sekarang. Begitu dia menjelaskan. Pantaslah generasi sekarang lembek-lembek dan tak jarang banyak siswa yang sepele dengan gurunya.
Dua paragraph diatas menjelaskan tentang pokok pikiran orang yang saya temui di suatu acara. Kira-kira itulah yang saya tangkap dari omongan dia. Masih ada saja orang yang membanggakan pendidika zaman ketika dia masih bersekolah dulu. Zaman dimana saat teknologi belum secanggih sekarang.
Sekarang, masih pantaskah memukul siswa dalam proses pendidikan ketika siswa bersalah?Al-Qur’an membolehkan orang tua memukul anaknya ketika tak mau mengerjakan salat. Itupun kalau sudah cukup umurnya ditambah lagi disarankan tiga memukul bagian yang berakibat fatal. Batasan yang sangat jelas Allah jelaskan dalam surah Luqman dalam mendidik anak. Tak ada kekerasan. Yang dikedepankan kelembutan. Tak ada kesembongan atau membangga-banggakan diri ataupun anak. Yang dikedepankan merasa lemah dihadapan Allah.
Sulit memang mencoba membandingkan pendidikan manya yang lebih baik, dahulu atau sekarang. Karena kondisinya berbeda. Proses dan ketersediaan sarana belajarnya berbeda. Mungkin saja pendidikan dulu lebih baik, mengingat prasarana pembelajar masih sangat minim namun menghasilkan generasi yang baik. Namun Bisa jadi pendidikan sekarang yang lebih baik.
Intinya baik buruknya suatu pendidikan tidak bisa dilihat dari proses kerasnya pendidikan itu terutama kekerasan secara fisik. Sehingga membuat siswa takut terhadap guru. Memang proses pembelajaran akan terlihat tenang sunyi senyap. Karena siswa begitu takutnya berbuat salah. Salah-salah bisa dipukul.
Namun seperti itukah pendidikan? Bukankah proses belajar harus menyenangkan? Bukankah dalam belajar berbuat kesalahan hal yang wajar. Beribu kali salah sebelum menemukan bola lampu, itulah yang dilakukan oleh M. Farday.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H