Mohon tunggu...
Fahrizal Mukhdar
Fahrizal Mukhdar Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Bisinis Online | Praktisi Bisnis Online | Pembelajar

Terus Belajar untuk memberi manfaat ke lebih banyak orang

Selanjutnya

Tutup

Money

Pertanyakan Hal Pembatasan BBM Subsidi karena 3 Hal

5 Agustus 2014   17:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:21 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Membicarakan soal pembatasan subsidi BBM Jakarta, sesungguhnya bagi kita yang di luar Jakarta sepertinya tidak harus ikut pusing. Namun jika mendalam, sepertinya justru itu kita harus ikut pusing dan bertanya-tanya. Sebab kebijakan ini terasa sangat janggal dari beberapa aspek.

Pertama, aspek alasan mengapa BBM tersebut dibatasi. Menurut Chairul Tanjung, Menko Perekonomian, Pembatasan BBM bertujuan untuk menyelamatkan anggaran negara dan tidak dapat lagi dihindari oleh pemerintahan saat ini dan pemerintahan mendatang. Sekarang kita perlu mempertanyakan, menyelamatkan anggaran dari apa? Kenapa malah memusingkan anggaran, bukan rakyat? Bukankah akibat dari pembatasan tersebut masyarakat akan dipaksa untuk menaikkan harga transportasi, dan tentunya akan juga berpengaruh pada harga sembako, daging dan lain-lain. Apa tujuannya cuma mau menyaksikan grafik naik, tapi produktifitas rakyat menurun?
Kedua, bukankah kasus anggaran negara seharusnya masalah nasional dan merata, mengapa cuma Jakarta yang harus menanggung bebannya sendirian? Kita perlu merasa tersinggung dan bertanya-tanya. Ada apa dengan APBN kita? Mungkinkah APBN kita hanya dinikmati mereka yang di Jakarta saja? Secara sejak dahulu, biaya hidup di luar pulau Jawa selalu lebih mahal. Jadi Indonesia itu dari masih dari Sabang sampai Merauke atau Jakarta-Pulau Jawa saja yang punya?
Ketiga, kalau yang dipermasalahkan oleh pemerintah adalah konsumen BBM bersubsidi tidak tepat sasaran, karena malah 80% yang menikmati BBM Subsidi adalah kalangan menegah ke atas, itu salah besar! Sebab sebagian besar penduduk Indonesia lebih banyak pemakai sepeda motor dan angkutan umum. Seharusnya kita tidak sekedar melihat grafik dan lupa kalau Indonesia ini tidak bisa dilihat dari angka dan grafik di atas kertas.
Apakah kita harus diam saja? Apatis tanpa peduli apa yang akan terjadi dan tidak berusaha memberi solusi. Jika memahami kasus pembatasan BBM Subsidi berdasarkan masalah ketiga di atas, sebenarnya yang perlu diperbaiki adalah teknis penjualan BBM Subsidi yang diberlakukan di lapangan? Pom bensin selama ini tidak menyediakan tempat khusus untuk kendaraan-kendaraan yang berhak membeli BBM Subsidi dan yang tidak. Misalnya saja menyediakan tempat pengisian khusus kendaraan plat kuning, angkutan logistik, barang, atau massa.
Kemudian pemerintah secara tegas mewajibkan kendaraan menggunakan warna plat kendaraan yang sesuai dengan fungsi. Angkutan umum menggunakan plat warna kuning, pegawai negeri plat warna merah, dan pribadi plat warna hitam. Dengan ini, upaya memberikan subsidi bisa lebih terkontrol dan tepat sasaran, juga mempermudah pihak Pom Bensin tidak kesulitan. Apakah hal sesederhana ini tidak sempat terpikirkan pemerintah, atau saya yang baru sadar setelah semua orang sadar tapi tidak menerapkannya?
Artikel ini saya tulis di http://fahrizalmukhdar.web.id, saya publikasikan ulang di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun