Mohon tunggu...
Fahri Victory
Fahri Victory Mohon Tunggu... profesional -

Private investigator, aktivis LSM Forum Rakyat Anti Korupsi. Punya pengalaman yang cukup mengantar para koruptor masuk penjara. Jangan biarkan para koruptor itu bersembunyi dibalik pencitraan palsu yang menipu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Puasa Kita dan Budaya Korupsi

30 Juli 2012   08:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:27 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Melalui surat Al Baqarah 183 Allah mewajibkan seluruh muslim untuk berpuasa agar menjadi insan yang bertakwa. Sangat jelas perintah Allah SWT dan sangat jelas apa yang menjadi tujuan ibadah puasa itu. Lalu bagaimanakah kualitas iman dan takwa kita yang sedang menjalani ibadah puasa? Bagaimana kualitas iman para pejabat kita yang sedang berpuasa? Mari kita perhatikan dan simak baik - baik.


Setiap kepala keluarga apalagi yang ekonominya pas - pasan selalu pusing mengumpulkan uang dalam rangka menyambut dan memenuhi kebutuhan untuk hari raya. Demikian juga situasi psikologis yang dihadapi oleh kepala keluarga yang dapat dikategorikan berkecukupan. Fenomena ini juga melanda para PNS dan pegawai BUMN kita, mulai dari tingkat paling bawah sampai level tertinggi. Sebagian besar sibuk mencari rejeki tambahan menjelang lebaran. Makin dekat lebaran makin giat, makin pusing dan makin terrdesak untuk memenuhi kebutuhan keluarga menyambut lebaran. Kenapa bisa begitu? Apakah tradisi itu salah? Kenapa lebaran harus selalu diindentikan dengan suasana meriah, belanja berlebih, pengeluaran yang semakin besar?


Mungkin sangat langka ditemukan ada keluarga muslim di Indonesia yang menyambut lebaran ied fitri dengan cara bersahaja. Dengan perayaan alakadarnya atau malah lebih sederhana daripada kehidupan sehari - hari yang bukan lebaran.


Lebaran selalu dijalani dengan berlebihan. Belanja berlebih, pakaian berlebih, pengeluaran berlebih, pokoknya semuanya berlebih. Apa dampaknya? Tuntutan untuk mencari uang tambahan menyambut dan mempersiapkan lebaran bisa menyebabkan umat islam terpeleset atau terjerumus ke lembah dosa yang jauh dari hakikat dan tujuan ibadah puasa tadi. Bukan takwa yang didapat, tapi neraka yang datang. Tuntutan untuk mencari rejeki tambahan selama bulan puasa dan menyambut lebaran dikalangan pejabat negara, sipil dan militer, PNS atau BUMN menyebabkan mereka sering meminta uang tambahan dari para rekanan, pengusaha, relasi atau dari pihak - pihak yang terkait dengan pekerjaan para pejabat/PNS/pegawai BUMN itu. Malah bisa saja tambahan rejeki itu diperoleh dari kasus atau pihak - pihak yangbterkait dengan kasus hukum seperti para tersangka dan sejenisnya.


Apa konsekwensi dari uraian saya tersebut di atas? Sebagian besar dari mereka yang mencari rejeki tambahan itu sadar atau tidak sadar telah melakukan korupsi dan atau gratifikasi yang dilarang undang - undang dan agama. Masya Allah.


Banyak relasi saya yang merupakan pejabat sebagaimana saya sebutkan diatas yang terang - terangan mengakui bahwa perbuatan mereka itu adalah dosa dan pidana. Tapi kenapa mereka tetap lakukan? Mereka juga mengakui perbuatan suap, korupsi dan gratifikasi semacam itu malah lebih gencar dilakukan pada saat bulan puasa karena tuntutan situasi dan keadaan seperti yang saya gambarkan di atas. Lalu apa makna puasa? Kenapa malah bulan puasa kita lebih berlomba - lomba melakukankan jahat yang dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi ?


Mari kita renungkan bersama... Masih banyak jalan dan cara mencari rejeki tambahan menyambut puasa dan lebaran tanpa harus melakukan korupsi. Semoga. Amiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun