Setiap pagi kulihat senyumnya, namun terkadang aku acuh untuk membalas. Sarapan yang dihidangkan diatas meja pun terkadang tak habis kusantap. Ucapan yang tertutur dari mulut manisnya juga sering aku lalaikan. Entah apa alasannya, terkadang sosok itu sering kali terlupakan. Ibu, panggilannya. Tak cukup mungkin bagiku menulis ratusan bahkan ribuan kata untuk mengartikan betapa berartinya keberadaan ibu dihidupku.
Selepas ayahku pergi pada tahun 2015 silam, Ibuku menjadi sosok pengganti, yang artinya beliau juga memerankan sosok ayah, demi memenuhi kebutuhan aku dan dua orang kakakku. Dalam hal berperan menjadi sosok pengganti, ibuku sudah pasti juaranya. Banyak hal dari ibuku yang mungkin bahkan laki-laki tak mampu melakukannya, salah satunya adalah kesabaran. Kesabaran dalam menghadapi segala tantangan serta rintangan hidup, ibuku tabah menjalaninya. Ibuku juga sabar dalam mengurus serta merawat anak-anaknya yang tak jarang mengecewakan.
Harusnya aku bersyukur memiliki Ibu yang punya tingkat kesabaran bagaikan dewa. Tak banyak orang memiliki kesabaran layaknya ibuku. Beliau jarang terlihat marah. Sekalipun ia digeluti amarah, ibuku memilih untuk diam bergeming. Karena menurutnya, amarah tak akan menyelesaikan segala permasalahan, dan hal itu adalah salah satu pelajaran yang kupelajari dari beliau.
Selain itu, banyak sekali hal yang kupelajari melalui beliau. Atau mungkin, setengah dari pelajaran yang aku ketahui didalam hidupku, kuketahui dari beliau. Kesabaran, ketekunan, berbagi, tidak sombong dan masih banyak lagi merupakan contoh ilmu yang aku pelajari dari ibuku.
Untuk ukuran anak yang tidak mendapat kasih sayang seorang ayah dari usia belia, aku tidak merasa kekurangan kasih sayang. Karena kasih sayang dari ibuku sudah sangat amat aku nikmati. Ibarat pepatah mengatakan "Kasih Ibu Sepanjang Masa" hal itu nyata aku rasakan.
Namun, ibu merupakan sosok yang mungkin sering terlupakan. Karena keberadaanya selalu ada, kadang aku sebagai anak merasa bahwa hal itu kekal sehingga sering lupa kepadanya. Karena hal itu juga, aku jadi sering mengecewakan karena merasa masih banyak waktu untuk meminta maaf dan memperbaiki kesalahan. Padahal, suatu saat yang entah kapan waktunya, ibu pasti pergi untuk selamanya. Obrolan santai bersama ibu, makan masakan buatan ibu, menghabiskan akhir pekan bersama ibu, tertawa bersama, mendengarkan petuahnya adalah hal yang akan sirna.
Harusnya aku bisa lebih menghargai waktu bersama ibu. Menghargai setiap perbuatan manis yang dilakukan ibu kepadaku. Sadar bahwa memiliki sosok ibu dihidup ini adalah anugerah tak terhingga. Bagaimana tidak, saat ini banyak orang yang pergi ketempat-tempat khusus dan membayar mahal hanya untuk merasa didengar curahan hatinya. Namun disaat kita memiliki ibu, beliau dengan senang hati mendengarkan segala keluh kesah anaknya tanpa dipungut biaya sepeserpun. Dengan senang hati pula memberikan solusi dan petuah-petuah indah tentang bagaimana kita harus bersikap dalam permasalahan dihidup ini.
Sama seperti judul tulisan ini diatas, ibu adalah separuh jiwa yang sering terlupakan. Andaikan ada kata lain selain maaf yang bisa kuberikan kepada ibu karena sering lupa kepadanya, sudah pasti aku berikan.
Ibuku, maafkan aku. Aku menyadari banyak sekali hal yang telah kuperbuat yang pastinya membuat kau bersedih. Aku mampu melihatnya dari matamu. Maafkan aku karena sering mengecewakan dan belum mampu membuatmu bahagia sepenuhnya.
Ibuku, hiduplah didunia yang menakutkan ini lebih lama lagi. Aku takut jika harus hidup tanpa beliau. Bagai jalan tanpa lentera, sudah pasti tak terarah. Tak lupa ingin kuucapkan terima kasih kepada beliau atas segala pemberian yang telah beliau berikan. Sepertinya tidak akan ada hal sebanding yang mampu membalas kasih sayang ibu.
Aku bersyukur memiliki ibu seperti ibuku, ibu yang cantik, baik serta penyabar. Jika seandainya dunia ini terulang dan aku terlahir kembali, aku akan tetap memilih terlahir dari rahim ibuku.