Mohon tunggu...
Fahri Sabililhaq
Fahri Sabililhaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia Pemula

Halo! Aku seorang manusia pemula yang mencoba menuliskan rasa, opini, sampai keresahannya disini. Aku seorang manusia pemula tengah mencoba mengabadikan dirinya dengan tulisannya. Semoga bermanfaat ces!

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kecemasan Beranjak Dewasa

17 Mei 2024   11:19 Diperbarui: 17 Mei 2024   11:34 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa, menjadi hal yang dahulu sewaktu kecil didamba-dambakan masanya. Namun, menjadi hal yang bagi beberapa orang adalah fase berat dalam hidupnya. Berbagai tantangan kerasnya kehidupan terjadi di fase ini, beragam ujian menerpa, bermacam-macam cobaan pun silih berganti datangnya. Kebimbangan dan ketidakpastian pun tak dapat terelakan, yang berujung pada kecemasan yang tak jarang menghantui pikiran sendiri.

Menyambung dengan keresahan ini, kemarin aku membuat suatu pertanyaan di Instagram dan mendapatkan respon kurang lebih 20 jawaban. Pertanyaan itu tentang kecemasan menuju kedewasaan. Secara singkat aku rangkum disini, untuk kemudian jadi bahan tulisan yang sewaktu-waktu bisa dibaca untuk siapapun yang berkenan.

Kecemasan pertama ialah kebahagiaan orang tua. Orang tua menjadi bagian terpenting bagi hidup setiap anaknya. Sayangnya, anak yang beranjak dewasa itu beriringan dengan usia orang tua yang semakin menua. Seakan-akan seorang anak berjuang melawan waktu. Balapan dengan usia orang tua, siapa yang mendahuluinya. Apakah kesuksesan anak atau tertutupnya usia senja orang tua?. Tentu hal ini selalu saja membuat siapa saja anak di bumi merasa cemas, khawatir, dan gelisah. Barangkali orang tua yang begitu memiliki jasa yang sangat besar dalam hidupnya tak mampu ia bahagiakan. Tak mampu ia ukir senyuman yang merekah di wajah eloknya. Tetap semangat untuk kita yang hari ini masih berstatus sebagai anak. Terus upayakan, terus usahakan kebahagiaan itu. Setidaknya, jika memang belum bisa membahagiakan, jangan biarkan orang tua terluka dalam kesedihan.

Kecemasan kedua adalah tentang karir dan masa depan. Masa depan adalah tentang ketidakpastian. Kita tak pernah tahu, seperti apa kita di masa mendatang. Satu-satunya yang pasti dan kita tahu tentang masa depan adanya kematian. Sejatinya ketidakpastian itu berada di luar kendali kita. Kita hanya bisa terus berupaya, terus memperbesar peluang mencapai apa-apa yang kita ingini. Meski terkadang realita tak sesuai ekspektasi, tapi tak mengapa. Karena barangkali itu yang terbaik untuk kita, sebagai pelajaran kehidupan mahal yang bisa kita petik maknanya.

Kecemasan ketiga yakni perihal jodoh atau pasangan. Salah memilih teman hidup untuk jangka waktu selamanya adalah hal yang jelas mengerikan. Sesuatu yang jelas harus dihindari dan diantisipasi. Berapa banyak kasus-kasus menyeramkan yang berangkat dari permasalahan dengan pasangan? Banyak kan. Jodoh atau pasangan hidup pun bukan dalam kendali kita. Sekuat apapun kita memperjuangakan seseorang, jika ia bukan jodoh kita, maka lepaslah ia. Jadi, lebih baik fokus ke diri sendiri dulu. Fokus menjadi yang "pantas" beriringan dengan mencar yang "pantas".

Kecemasan keempat ialah diri sendiri. Ini jadi refleksi paling fundamental bagi kita semua. Barangkali diri kita sendiri belum ideal, baik sebagai manusia maupun sebagai hamba. Di usia yang terus terkikis, alih-alih kita menambah bekal (pahala), justru kita malah menambah beban (dosa). Mari berefleksi kembali, menyadari ini sepenuh hati. Barangkali diri kita tak bertumbuh dalam menyehari. Barangkali diri kita hilang arah sampai lupa diri, lupa tujuan kemana ia akan pergi. Barangkali diri kita belum kita kenali lebih dalam lagi. Juga, barangkali kita belum memberikan apa-apa yang terbaik untuk diri kita sendiri. Hingga nanti, barangkali kita akan menyesal karena belum sepenuhnya mampu membawa diri ke titik yang seharusnya kita berdiri.

Apapun keresahan dan kecemasanmu, tetap semangat ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun