Mohon tunggu...
Fahri Sabililhaq
Fahri Sabililhaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Manusia Pemula

Hai! Aku seorang manusia pemula yang mencoba menuliskan rasa, opini, sampai keresahannya disini. Selamat membaca ya! Hehe

Selanjutnya

Tutup

Diary

Merasa "Paling" adalah Racun

1 Desember 2022   09:10 Diperbarui: 1 Desember 2022   09:29 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merasa "PALING" adalah RACUN

Seperti yang kita tahu jika kita sebagai manusia tentunya memiliki dua sisi didalam kepribadian kita. Sisi baik dan buruk selalu terdapat pada ketidaksempurnaan dan keterbatasan sebagai seorang insan. Tinggal bagaimana kemudian manusia dapat bijak mengelola dua sisi itu.

Penulis mencoba menguraikan keresahan dan juga pengalaman riil dalam topik kali ini, yakni tentang merasa "paling". Tak dapat dipungkiri, kita semua tentunya pernah merasakan hal ini. Kita pernah merasa paling benar, paling pintar, paling harus diperhatikan, paling diprioritaskan, dan perasaan-perasaan "paling" lainnya. Kemudian muncul pertanyaan, mengapa hal ini bisa terjadi? Karena mungkin kita sudah merasa mampu dan superior terhadap apa-apa yang kita capai dan apa-apa yang kita miliki.

Kita merasa seseorang selain kita tidak lebih berarti dan nilainya dibawah level kita. Kita kemudian selalu mendewakan diri sendiri, menyanjung diri secara berlebihan. Lambat laun tak disadari perasaan-perasaan itulah yang akan membunuh diri, perasaan-perasaan itulah yang akan menjadi racun.

Ketika merasa "paling", kita cenderung akan stuck. Tidak berkembang, tidak mau mencoba atau belajar hal baru karena memang merasa semuanya sudah "oke". Tidak mau menerima perbedaan, atau tidak mau mengakui kalau dirinya salah dan cenderung mencari validasi pembelaan dan pembenaran dari orang sekitarnya. Rentan sombong, membusungkan dada, mengeraskan suara, namun menutup mata dan telinga.

Begitu ganas dan berbahayanya racun ini.

Perasaan paling memicu asumsi bahwa semuanya telah aman dan selesai. Zona nyaman yang dirasakan sebetulnya lambat laun membawa diri pada tepi jurang kehancuran dan kemunduran diri.

Maka, penulis mencoba mengajak semua pembaca (termasuk penulis sendiri) untuk dapat berefleksi. Untuk dapat mengendalikan racun ini dan beralih kepada perasaan-perasaan yang lebih bijak dan positif. Teruslah merasa bahwa kita belum aman, kita belum baik, kita belum pintar, kita belum sukses, dan lain sebagainya supaya kita dapat terus progresif membenahi diri, supaya kata "belum" itu dapat diubah menjadi kata "sudah".

Semangat, sehat dan Bahagia selalu. Semoga bermanfaat.

Terima kasih telah singgah dan membaca. Salam Literasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun