Mohon tunggu...
Fahrijal Nurrohman
Fahrijal Nurrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hey there! I am using Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dunia Tanpa Kesengsaraan (Utopia Paradox)

31 Desember 2021   06:30 Diperbarui: 31 Desember 2021   07:08 6343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Manusia atau Homo Sapiens, adalah salah satu makhluk hidup yang paling lama tinggal di bumi. Sejak awal kemunculannya, manusia sudah dihadapkan dengan banyak sekali problematika hidup. Mari kita mulai dari bagaimana awal mula nenek moyang kita harus bertarung melawan kerasnya seleksi alam, yang mana pada masa itu bumi masih belum stabil dan masih dihuni oleh makhluk berukuran raksasa. Bisa kita bayangkan nenek moyang kita pada masa itu hanya mempunyai dua pilihan, dibunuh oleh spesies lain yang lebih besar atau membunuh spesies itu. Juga pada masa itu keadaan bumi yang hampir seluruhnya masih dingin, mau tidak mau memaksa nenek moyang kita untuk terus berjalan menuju belahan bumi yang lebih hangat.

Lambat laun, homo sapiens mengalami revolusi kognitif. Hal ini memungkingkan mereka untuk berbahasa. Dengan bahasa, mereka bisa memberi tahu kelompok mereka tentang akan adanya bahaya yang mendekat, juga memungkinkan mereka untuk saling bertukar informasi tentang tempat yang disana terdapat banyak makanan. Selain bahasa, manusia juga mulai mampu menggunakan api dengan baik, salah satunya adalah sebagai alat untuk memasak makanan yang sebelumnya tidak bisa dimakan langsung. Benar-benar suatu pencapaian luar biasa dari manusia masa itu

Karena manusia merasa bahwa hidup berpindah-pindah tidaklah efektif untuk keberlangsungan hidup mereka, mereka memutuskan untuk mulai menetap di suatu daerah dan mulai menanam. Fase inilah yang menjadi titik awal terjadinya revolusi pertanian. Manusia yang awalnya masih berburu dan meramu beralih ke sektor pertanian. Dengan menanam, manusia bisa memiliki cadangan makanan yang cukup dan lebih siap untuk menghadapi kehidupan. Manusia mulai bisa menghadapi seleksi alam, seiring dengan menghangatnya suhu di bumi. Seiring berjalannya waktu, jumlah populasi manusia juga semakin banyak dan hal inilah menjadikan manusia membuat sebuah peradaban baru bersama dengan kelompoknya.

Hal ini memungkinkan manusia menciptakan imperium-imperium mereka. Tidak lain sebagai alat untuk mengatur manusia yang ada di dalamnya. Sehingga muncullah yang namanya norma-norma dan undang-undang di daerah tertentu. Kemudian muncul gerakan revolusi industri yang menjadi titik balik kehidupan manusia. Mulai titik ini, pekerjaan manusia banyak dibantu dengan mesin-mesin dan teknologi baru. Namun, segala pencapaian yang sudah manusia ciptakan itu tidak serta merta membuat kehidupan manusia menjadi lebih baik. Manusia masih harus menghadapi banyak sekali bencana dan ancaman. Ancaman tersebut bukan datang dari alam, namun dari manusia itu sendiri. Tidak terhitung sudah berapa kali manusia saling membunuh satu sama lain. Dan perang dunia ke-1 dan ke-2 adalah diantara bukti konkrit tersebut.

Namun, manusia sadar bahwa perang hanyalah menimbulkan kematian dan kesengsaraan. Sehingga didirikanlah PBB sebagai jembatan untuk menciptakan perdamaian di seluruh dunia. Dengan didirikannya PBB, perkembangan di bidang teknologi kian masif dan bergerak secara cepat. Dan menciptakan sesuatu yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Kalau pada masa lalu kita mengenal warung telepon, maka sekarang bisa terhubung dengan orang jauh hanya dengan segenggam smartphone. Lebih efisien, tanpa kabel dan bisa dibawa ke mana-mana. Hanya dalam kurun hampir seratus tahun, kita bisa menyaksikan berbagai macam alat-alat yang begitu canggih.

Penemuan teknologi memberikan banyak sekali dampak positif bagi kehidupan manusia. Dengan teknologi, manusia tidak perlu pergi ke restoran untuk membeli makan. Cukup dengan menggunakan smartphone, buka aplikasi yang menyediakan jasa antara makanan, dan tunggu beberapa menit, makanan sudah tiba di depan rumah. Sangat menyenangkan sekali bukan? Atau ketika kita bepergian namun tidak tahu arah jalan, cukup buka google maps dan menggunakan fitur GPS, maka kita sudah tahu jalan mana yang sebaiknya di lewati dan jalan mana yang harus di hindari.

Akan tetapi, manusia bukanlah makhluk yang dengan mudahnya berpuas diri dengan segala pencapaian tersebut. Manusia sadar bahwa bumi yang mereka tinggali memiliki sifat yang dinamis. Isu global warming dan bencana alam menjadikan manusia harus selalu bergerak cepat menyelamatkan spesiesnya. Untuk memulai hal itu, muncullah ide menciptakan dunia baru. Sebuah dunia yang berbentuk virtual, atau yang saat ini kita sebut Metaverse. Sebuah dunia dimana kita bisa bermain, belajar dan bekerja di dalamnya. Dengan menggunakan sebuah sistem yang disebut VR atau Virtual Reality.

Lalu jika kita mencoba melompat ke masa depan, akan ada banyak sekali teknologi baru yang akan kita temui. Atau bahkan mungkin manusia sudah tidak lagi tinggal di bumi karena bumi sudah mengalami kehancuran akibat pemanasan global dan bencana alam. Pada masa ini, mungkin saja manusia tidak akan lagi bergelut dengan segala kesusahan hidup. Semuanya dibantu dengan teknologi, teknologi dan teknologi. Mungkin cocok dengan lagu qasidah yang dibawakan oleh Nasida Ria, "Manusia hidup berkawan mesin". Dalam dunia baru ini, manusia tidak perlu lagi bekerja untuk mendapatkan uang, tidak perlu lagi belajar untuk menjadi pintar karena ada suplemen khusus, tidak perlu lagi memasak karena sudah ada teknologi yang siap 24 jam. Benar-benar dunia yang penuh dengan kenikmatan hidup, atau bisa dibilang surga dunia.

Tapi yang menjadi pertanyaan, apakah manusia pada masa itu benar-benar akan bahagia seutuhnya. Apakah manusia akan merasa benar-benar hidup? Penulis rasa tidak, karena bagaimanapun, eksistensi kita sebagai manusia adalah terus bergerak dan bekerja. Jika semua hal yang diinginkan bisa diwujudkan secara instan, maka tidak akan ada value atau nilai di dalamnya. Pada masa itu, bisa saja manusia mendapatkan kecerdasan secara instan, namun mereka tidak akan tahu bagaimana bahagianya ketika mendapatkan hasil yang memuaskan ketika ujian akhir karena sudah belajar semalam suntuk. Mungkin saja mereka akan menciptakan suatu alat yang menjadikan mereka menjadi muda selamanya, namun mereka tidak akan tahu rasanya betapa indahnya menikmati hari-hari tua bersama dengan orang-orang terdekat.

Karena bagaimanapun, sebuah value atau nilai dari kebahagian adalah karena buah hasil dari usaha kita untuk mencapai kebahagian itu dan tidak akan bisa dirasakan jika didapatkan secara instan. Dan jika manusia telah terjebak dalam kehidupan yang serba instan tersebut, bisa dipastikan hidup mereka akan terasa hampa karena segala sesuatu yang mereka inginkan sudah bisa mereka wujudkan dengan cepat dan tanpa proses. Dengan begitu, menjaga eksistensi sebagai manusia adalah satu-satunya cara untuk menciptakan sebuah kebahagian. 

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun