Mohon tunggu...
Fahri Dwiatamal Hamdy
Fahri Dwiatamal Hamdy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jalan Panjang Menuju Perdamaian yang Tak Berwujud di Sudan Selatan

24 Juni 2024   18:25 Diperbarui: 24 Juni 2024   18:34 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konflik yang terus membara di Sudan Selatan menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas upaya damai oleh komunitas internasional. Sejak negara ini merdeka dari Sudan pada 2011, Sudan Selatan telah dilanda perang saudara, kekerasan etnis, dan ketidakstabilan politik yang berlarut-larut. Situasi ini semakin memburuk dengan meningkatnya jumlah korban jiwa, pengungsian massal, serta kehancuran infrastruktur dan ekonomi.

Sudan Selatan, negara termuda di dunia, memiliki sejarah panjang konflik etnis dan politik yang kompleks. Perang saudara yang pecah pada 2013 antara Presiden Salva Kiir, dari suku Dinka, dan mantan Wakil Presiden Riek Machar, dari suku Nuer, menjadi salah satu pemicu utama ketidakstabilan. Konflik ini tidak hanya bersifat politik, tetapi juga memicu ketegangan etnis yang mendalam, memperparah polarisasi masyarakat dan mempersulit upaya perdamaian.

Komunitas internasional, melalui berbagai organisasi seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Afrika (UA), dan Intergovernmental Authority on Development (IGAD), telah berupaya mencari solusi untuk konflik ini. Meskipun ada beberapa kesepakatan damai yang dicapai, implementasinya sering kali gagal. PBB telah mengirim misi perdamaian (UNMISS) untuk melindungi warga sipil dan mendukung proses perdamaian, namun tantangan di lapangan sering kali menghambat efektivitasnya.

Resolusi 2729 (2024) dari Dewan Keamanan PBB memperpanjang mandat Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Sudan Selatan (UNMISS) hingga 30 April 2025. Resolusi ini menegaskan bahwa UNMISS memiliki tujuan utama untuk mencegah kembalinya perang saudara dan peningkatan kekerasan di Sudan Selatan, serta mendukung pembangunan perdamaian yang berkelanjutan di tingkat lokal dan nasional. Mandat ini mencakup perlindungan warga sipil dari ancaman kekerasan fisik, termasuk kekerasan politik, dengan fokus khusus pada pencegahan dan respons terhadap kekerasan seksual dan berbasis gender. Selain itu, UNMISS akan berkoordinasi dengan aktor kemanusiaan untuk memastikan keamanan dan akses penuh bagi pemberian bantuan kemanusiaan, serta menjamin keamanan personel, instalasi, dan peralatan PBB.

UNMISS juga berperan dalam mendukung implementasi Kesepakatan Revitalisasi dan proses perdamaian melalui saran teknis, partisipasi kelompok terpinggirkan dalam struktur pemerintahan transisi, serta bantuan teknis dan keamanan untuk proses pemilihan. Selain itu, UNMISS bertugas memantau, menyelidiki, memverifikasi, dan melaporkan pelanggaran hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan internasional, termasuk kemungkinan kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan. Dengan plafon personel militer sebesar 17.000 dan polisi sebesar 2.101, termasuk 88 petugas pemasyarakatan, UNMISS diberi otoritas penuh untuk menggunakan segala cara yang diperlukan dalam melaksanakan mandatnya guna menciptakan kondisi yang kondusif untuk perdamaian dan stabilitas di Sudan Selatan.

Beberapa faktor yang menghambat upaya perdamaian di Sudan Selatan diantara yaitu, para pemimpin Sudan Selatan sering kali lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok mereka daripada kepentingan nasional. Perebutan kekuasaan dan sumber daya alam, seperti minyak, menjadi salah satu alasan utama berlanjutnya konflik dan juga meskipun ada dukungan internasional, banyak yang berpendapat bahwa komitmen dunia terhadap perdamaian di Sudan Selatan masih kurang. Sanksi ekonomi dan tekanan diplomatik sering kali tidak cukup kuat untuk memaksa pihak-pihak yang bertikai mencapai kesepakatan.

Meskipun situasinya tampak suram, masih ada harapan untuk Sudan Selatan. Peningkatan keterlibatan komunitas internasional, melalui bantuan kemanusiaan yang lebih besar dan tekanan diplomatik yang lebih kuat, dapat membantu mengarahkan negara ini menuju perdamaian. Selain itu, upaya untuk memperkuat institusi pemerintah, mendukung rekonsiliasi nasional, dan mempromosikan keadilan sosial harus terus ditingkatkan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun