Pemilu Pilkada DKI putaran kedua mulai mendekati hari H-nya, kalau tidak ada aral melintang dan perubahan dipastikan akan berlangsung tanggal 20 September 2012. Bila diukur suhu politik menjelang Pilkada minggu terakhir ini terlihat agak menurun dibandingkan sesudah putaran pertama dan setelah perhitungan suara, karena sebelumnya terjadi perang urat syaraf masing2 kubu dengan mengangkat beberapa issue penting yang merupakan kelemahan/kekurangan calon. Mungkin saat ini masing2 calon sedang melakukan konsolidasi. [caption id="attachment_197352" align="aligncenter" width="608" caption="sumber:pesatnews"][/caption] Terdapat perbedaan kondisi dan suasana saat menjelang Pilkada I dengan Pilkada II. Pada Pilkada I masyarakat memang cenderung tidak terlalu memperhatikan profil dan latar belakang calon, sehingga belum ada terbersit issue SARA, korupsi, money politik dsb. terhadap setiap calon. Di Pilkada II karena calon cuma tinggal berdua dan kans menangnya fifty fifty mulailah tim sukses masing2 calon mengggunakan strategi lain termasuk dengan meniupkan issue yang dapat menurunkan tingkat elektibilitas calon lawan. Kedua calon Jokowi dan Foke memang mempunyai perbedaan yang tajam baik dari latar belakang keluarga, karakter, pendidikan, penampilan maupun usia. Jokowi sama diketahui berasal dari keluarga biasa, lahir di Solo umur 51 tahun menamatkan kuliah S1 dari Fakultas Kehutanan UGM. Sebelum menjabat Walikota Solo Jokowi dikenal sebagai pengusaha meubel. Penampilan Jokowi bersahaja, tidak memiliki kumis tebal, tenang, kalem dan lemah lembut sesuai karakter daerah solonya. Sedangkan Foke umur 64 tahun lahir dan dibesarkan di Jakarta, berasal dari keluarga mampu, menamatkan pendidikan tingginya S1 sampai S3 di sekolah tinggi Teknik terkemuka di Jerman. Foke setelah menamatkan kuliah selain menjadi dosen UI berkarier sebagai birokrat di Pemda DKI hingga menjadi Gubernur. Penampilan Foke memang terlihat seperti administrateur di jaman Belanda, terlihat sedikit sangar dengan kumis tebal yang bertengger, menambah lengkap profil birokratnya. Karakter Foke juga agak tempramental dan suka meledak ledak apalagi kalau disinggung mengenai pribadi dan kinerjanya. Memang profil dan penampilan bisa berubah menyesuaikan pada kondisi tempat dimana mereka menjadi kepala daerah. Jokowi memimpin kota solo yang masyarakatnya tenang dan kalem, pendekatannya juga dilakukan sama mengikuti irama kondisi warganya. Begitu juga Foke yang tahu betul karakter dan typical warga Jakarta yang keras, sibuk dengan mobilitas tinggi. Dengan kondisi seperti itu dan tempaan di lapangan mudah dipahami mengapa kedua calon ini mempunyai karakter dan typical yang jauh berbeda. Bagi Jokowi selain masih muda dibandingkan Foke, sekiranya nanti memenangkan Pilkada ini haruskah merubah penampilan dan karakter diri mengikuti pola prilaku warga Jakarta. Haruskah Jokowi memasang kumis dan berpenampilan tempramental atau sebaliknya menghadapi warga Jakarta yang keras dengan sikap tenang, adem dan  low profile. Ataukah Foke yang selama ini memimpin Jakarta dengan hard profile akan melakukan perubahan tampilan dengan menunjukkan kesan welcome, tenang dan tidak meledak ledak atau harus mencukur kumisnya menunjukkan kepada warga Jakarta bahwa semua masalah Jakarta dapat dikerjakan dengan wajah ramah, murah senyum dan sikap tenang sehingga memberikan kesempatan baginya membenahi dan membangun Jakarta. Memang masalah Jakarta tidak sesederhana itu seperti semudah memasang atau mencukur kumis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI