Mohon tunggu...
Farhan Mansoer
Farhan Mansoer Mohon Tunggu... -

Akuntan, Bekerja di Perbankan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenang Berhaji 14 Tahun Lalu

9 September 2016   16:45 Diperbarui: 9 September 2016   16:54 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Musim haji telah tiba lagi,...

 menunaikan ibadah...

 panggilan baitullah ...., 

Demikian sepenggal lagu qasidah yg pernah penulis ingat ketika 14 tahun yg lalu tepatnya tahun haji 2002. Model dan persiapan haji pada waktu itu dibandingkan sekarang tentu sangat jauh berbeda, walaupun suasana modernisasi kota suci Mekah dan Madinah sudah begitu terasa. Perbedaan yg mencolok dengan sekarang di Indonesia adalah pendafataran hajinya, kalau masa itu begitu pendaftaran dibuka saat itu juga kita dipastikan berangkat dengan mendapat no. porsi sambil menunggu pelunasan ongkos hajinya sesuai keputusan pemerintah. Biasanya pendaftaran sudah dibuka 6 bulan sebelumnya dengan mengurus administrasi di kantor Depag setempat.

Sepetahuan penulis  ketika itu/mungkin sekarang juga  ongkos naik haji (ONH) dipengaruhi nilai tukar US Dollar terhadap Rupiah,  sehingga bisa naik atau turun sesuai kursnya dan bisa bergeser dari prediksi yg ada, akan tetapi untuk setoran uang muka ke bank yg ditunjuk sudah ditentukan Rp.20 juta per orang. Hal yg menjadi cobaan pertama penulis adalah hendak melunasi ONH terjadi tragedi 11September 2001 yang mengakibatkan nilai tukar US Dollar sebentar  melambung tinggi,sehingga prediksi ONH waktu itu sekitar Rp. 23 Juta - Rp. 24 juta tapi melonjak menjadi Rp 26 juta lebih. Syukur Alhamdulillah berkat niat yg sudah adadan pertolongan Allah Swt ONH tsb. bisa dilunasi.

Mengenai persiapan haji penulis rasa semua calon haji  juga mempersiapkan hal yg sama, kesiapan mental fisik dan pembekalan ilmu lewat manasik ditambah lagi melatih kesabaran juga merupakan bekal penting disana nantinya. Sebenarnya persiapannya juga tidak susah susah amat sama seperti persiapan pergi travelling dimana kebutuhan diri pribadi selama disana di siapkan karena dibandingkan pelaksanaan haji sekarang lebih nyaman  karena sebagian sarana dan konsumsi disediakan oleh pemerintah.

Kembali kepada konsumsi atau makan disana, pertama kali kita agak kaget jarang yg menjual penganan nasi seperti sekarang, kalaupun ada nasinya besar2 dan keras sulit ditelan, sehingga ada sebagian yg bawa beras dan rice cooker dari Indonesia untuk dimasak sendiri di maktab/pemondokan. Sedangkan kalau membeli lauk seperti kebab dari daging sapi atau ayam tidak boleh beli sedikit, ayam sekurang kurangnya beli setengah ekor atau bahkan ada yg tidak membolehkan, harus beli seekor penuh. 

Selain itu memang ada sebagian TKI kita khususnya perempuan  menjual nasi plus dengan lauk pauknya dengan bakul dan tampah dijunjung di kepala yg kebanyakan WNI dari jawa tengah/timur  bermukim disana,  menunggu  jamaah haji Indonesia selesai sholat dipelataran masjidil haram. Biasanya kita selesai  sholat zuhur  atau Isya menyerbu para penjual lauk ini untuk membeli sebagai bekal makan siang dan malam dan disaat itulah, sebagai orang Indonesia hati kita trenyuh melihat betapa kuatnya perjuangan mereka mencari nafkah di negeri orang. 

Mereka berjualan bukannya aman benar karena mata mereka  harus selalu awas terhadap polisi atau kalau di Indonesia Satpol PP yg merazia mereka karena sebenarnya berjualan di pelataran masjidil haram dilarang. Bila ketangkap dagangannya disita polisi tsb dan tidak dikembalikan. Sedihnya ketika transaksi sedang terjadi sementara razia dilakukan, mereka bergegas melarikan diri dulu agar dagangannya tidak disita,  disitulah bisa terjadi jamaah haji dan penulis sendiri  sudah mengambil lauk  tapi belum sempat dibayar, waktu dicari sudah tidak ketemu lagi hilang dalam lautan manusia. Sampai sekarang ini lah yg jadi pemikiran penulis bahwa pernah berutang kepada pedagang tsb, akan tetapi mau membayar kemana juga tidak tahu. Mudah mudahan Ibu penjual tsb. mengikhlaskan dagangannya kita ambil tapi belum dibayar.

Pengalaman yg kurang mengenakkan adalah saat kehilangan dompet  didalamnya berisi uang saku yg diberi panitia haji waktu itu SR 1.500 dan uang sendiri USD 100,, walaupun namanya tanah suci tetapi mesti kudu hati hati juga dengan barang berharga khususnya fulus, benar kata salah seorang Kyai bahwa Makkah dan Madinah tsb merupakan tanah suci akan tetapi manusianya belum tentu semua suci, tetap waspada khususnya terhadap orang yg sengaja menyapa kita padahal tidak dikenal.

Pelaksanaan ritual ibadah haji memberikan kenikmatan tersendiri yg mungkin sulit diceritakan, karena mesti dijalani dulu baru terasa dan syukur penulis bisa melaksanakan ibadah haji disaaat usia  muda dan fisik prima, jadi masih kuat berjalan kakl 15 KM dan tidur cuma 3- 4 jam semalam, Mudah2an yg menjalankan ibadah haji tahun ini mendapatkan haji yg mabrur dan yg belum berangkat diberi kesabaran menunggu kuotanya. SELAMAT HARI RAYA IDUL ADHA 1437 H.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun