Jember - Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang, revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) akhirnya disahkan dalam rapat paripurna senin (12/2). Ada 13 perubahan substansi pokok dalam revisi ini.
Namun yang menjadi permasalahan adalah 3 poin krusial yakni :
Pasal 73
Pasal ini memberikan kewenangan kepada anggota DPR untuk memeriksa objek yang dituju. Jika pemeriksaan tidak direspon oleh pihak-pihak atau lembaga yang disasar, DPR berhak meminta bantuan kepolisian untuk melakukan pemanggilan paksa. Bahkan, kepolisian diberikan kewenangan untuk melakukan penyanderaan selama 30 hari. Sampai saat ini kepolisian masih mempelajari hal ini.
Pasal 245
Pasal ini memberikan imunitas pada para anggota DPR yang berurusan dengan upaya penegakan hukum. Karena jika ada lembaga yang hendak memeriksa para anggota DPR maka harus melalui pertimbangan MKD. Setelah itu MKD mengeluarkan pertimbangan tersebut pada presiden untuk ditindaklanjuti.
Hal ini dapat dinilai sebagai upaya untuk melindungi anggota DPR dan merupakan kepentingan mereka saja, dapat kita lihat berapa banyak anggota DPR yang terlibat masalah hukum di KPK.
Prinsip-prinsip dasar dalam konstitusi yang menyebutkan setiap warga negara sama dihadapan hukum jelas dilanggar. Pembentukan pasal tersebut hanya atas dasar semangat untuk melindungi diri.
Pasal 122
Poin dalam pasal ini yang sampai saat ini masih menjadi perdebatan, pada huruf k. Â Poin itu menyebut jika ada pihak atau lembaga yang dianggap merendahkan kehormatan anggota DPR bisa ditindak oleh MKD dengan mengambil upaya hukum. Sehingga pihak yang mengkritik atau menghina anggota DPR bisa diproses secara hukum yang harus dilaporkan kepada kepolisian terlebih dahulu.
Sangat disayangkan karena sesungguhnya MKD merupakan lembaga etik internal yang tidak berurusan dengan publik yang dianggap mencederai marwah parlemen, namun hanya lingkup anggota DPR saja.