Mohon tunggu...
Aziz Fahmi Hidayat
Aziz Fahmi Hidayat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Santri Nusantara

My Life, My Rule, My Decision

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Berharap "Tuah" Tax Amnesty

4 Oktober 2016   11:44 Diperbarui: 4 Oktober 2016   12:00 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Banyak yang berharap dengan diberlakukannya Tax Amnesty gairah investasi masyarakat bakal terdongkrak, termasuk di properti. Benarkah? Atau malah sebaliknya?

Menarik memang mengupas perjalanan perkembangan industri properti Indonesia. Naik-turunnya menjadi kisah panjang yang seperti tidak memiliki akhir berkesudahan. Bahkan, dalam kurun lima waktu terakhir, cerita tentang properti Indonesia begitu epik nan menggemaskan.

Kurun waktu antara 2010-2013 adalah masa-masa keemasan properti yang sangat menjanjikan. Seiring meningkatnya produksi industri komoditas semisal pertambangan, properti juga terkena getah manisnya di mana investasi yang terjadi bahkan melebihi unsur kebutuhan.

“Pada masa itu, seorang investor bisa membeli hingga dua-tiga unit dan ada juga yang satu lantai,” kata pengamat ekonomi Aviliani dalam sebuah kesempatan.

Fakta pun berbicara sama. Beberapa pengembang yang dimintai sharing pengalaman di periode tersebut juga mengamini bahwa bisnis properti waktu itu ibarat buah sedang mengkel-mengkel-nya. Masyarakat pun terbuai untuk menanamkan uangnya di beragam jenis properti mulai dari residensial hingga komersial, primary maupun secondary.

“Sampai ada yang baru jual konsep saja sudah bisa terjual,” ungkap Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch. Saat itu, meski tidak banyak stimulus yang diberikan oleh pemerintah,  industri properti tampak berjaya dari segala sisi.

Padahal, pada periode 2011-2015 sesungguhnya pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami perlambatan. Dampaknya tentu memengaruhi seluruh sektor perekonomian, termasuk properti. Akibat dari tren perlambatan inilah yang membuat sektor properti melesu hingga pada akhirnya Bank Indonesia menerapkan kebijakan makroprudensial berupa Loantovalue(LTV) pada 2013, walau harus diakui penjualan properti masih tergolong ‘melorot’.

Maka, bertubi-tubilah sejak masa jaya pada 2012, perlahan demi perlahan properti Indonesia seakan kembali ke titik awal. Karenanya, saat ini pemerintah berupaya mengeluarkan segenap energi berupa rangsangan untuk memicu geliat sektor properti berdiri tegak hingga bisa menjadi instrumen investasi paling seksi. 

Untuk diketahui saja, menurut Yustinus Prastowo, Executive Director Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), sejatinya di tahun 2016 ini kondisi ekonomi nasional termasuk properti tidak jauh berbeda atau  mengalami perubahan yang positif. Pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh 4,92% dan 5,18% pada kuartal kedua. Meski Agustus silam disokong dengan satu rangsangan berupa pelonggaran Loan to Value (LTV) pada, nyatanya belum berdampak signifikan terhadap sektor properti.

“Belum bisa dibilang berubah. Tapi dengan pemerintah mengambil sikap, ada niat untuk perubahan,” kata Yustinus lewat jawaban tertulisnya.

Harus Dirangsang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun