Mohon tunggu...
Fahmi Nugroho
Fahmi Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Citizen Journalist

Pendengar musik segala genre yang suka menulis di waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semangkuk Bubur Untuk Kesah Di Kaki Galunggung

31 Januari 2025   20:36 Diperbarui: 31 Januari 2025   20:43 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Resep apa yang kamu racik untuk buburmu? Kata apa yang mampu menenangkan kesahmu?"

Panas! Hening, namun suasana masih terasa panas! Panas itu jelas bukan berasal dari bibir gelas-gelas kopi yang masih mengepulkan uap. Gelas-gelas kopi tersebut sudah ada sekitar satu jam di atas meja ruang tamu, malah ada yang hanya menyisakan ampasnya.

Aneh. Memang aneh. Lazimnya hawa malam di dekat pucuk gunung dingin menusuk tulang. Apalagi, dengan rintik hujan yang membasuh malam itu. Namun, ruang tamu di rumah kecil dekat pucuk gunung itu justru membawa anomali.

"Ya wis, ndak apa"satu kalimat akhirnya berani memecah keheningan. Kalimat tersebut berasal dari bibir seorang pria paruh baya berbadan tegap berlogat Banyumasan yang bercampur dengan aksen Sunda. Maklum, belio sudah merantau dua belas tahun lebih di tanah Priangan.

"Nasi sudah jadi bubur," sekarang hela napas mengiringi kalimat kedua belio.

Isi ruang tamu mengarahkan pandangan pada pria tegap berlogat Banyumasan. Terkesiap dengan dua kalimat tersebut. Dua kalimat yang tak lain tak bukan ditujukan untuk sahabat lamanya, pria berkaos oblong hitam.

Ya. Beberapa saat lalu kesah pria berkaos oblong hitam telah terpantik. Membakar api pada keluhnya. Membuat lidahnya tak kuasa mengungkapkan bara perasaan hingga sempat sejenak membungkam seisi ruang tamu.

"Kamu kan bisa siapkan bumbu-bumbu untuk bikin kuahnya, menaruh suiran daging ayam di atasnya, kalau perlu taburkan bawang goreng sebagai pelengkap. Buat buburmu itu jadi enak." tandas pria berlogat Banyumasan yang bercampur dengan aksen Sunda, kini sembari menyesap rokok kreteknya. Semua tertegun. Jagat ruang tamu di rumah kecil bawah kaki gunung Galunggung itu kembali senyap. Suasana kembali dingin.

Fahmi Nugroho, suatu ketika di kaki Galunggung.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun