Mohon tunggu...
Muhammad Afif Al Fahmi Asri
Muhammad Afif Al Fahmi Asri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aspiring Educator | Indonesian Language and Literature Student at UNP | Graphic Design & Poetry Enthusiast | Writer

Saya adalah Muhammad Afif Al Fahmi Asri, mahasiswa aktif di Universitas Negeri Padang jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sebagai individu yang terus berkembang, saya berfokus pada eksplorasi bidang sastra, desain grafis, dan penulisan kreatif, khususnya puisi. Ketertarikan saya pada seni dan sastra telah membawa saya untuk berkontribusi dalam berbagai proyek, mulai dari blogging, merancang media pembelajaran berbasis teknologi untuk materi cerpen, hingga menerbitkan antologi puisi berjudul Menghitung Sisa Hari. Pengalaman saya meliputi peran sebagai desainer grafis junior, blogger, dan peserta dalam program Kampus Mengajar, di mana saya dipercaya menjadi ketua kelompok. Saya juga telah berkompetisi dalam berbagai lomba sastra tingkat nasional dan internasional. Tak hanya itu, sejak SMA, saya juga aktif berkompetisi dalam olimpiade-olimpiade tingkat nasional. Dengan semangat terus belajar dan berbagi, saya berharap dapat memberi dampak positif di bidang sastra, pendidikan, dan desain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengajarkan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Derah: Salah Kaprah Guru?

5 Januari 2025   18:41 Diperbarui: 5 Januari 2025   18:54 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru (Sumber: Pexels)

Bahasa Indonesia, sebagai bahasa persatuan bangsa, telah menjadi pilar penting dalam pendidikan nasional. Namun, realitas di lapangan menunjukkan adanya tantangan besar, terutama di daerah-daerah dengan penggunaan bahasa daerah yang kuat. Fenomena ini tidak hanya terjadi di satu tempat, tetapi juga di berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu contoh yang mencolok dapat dilihat di Sumatera Barat, di mana bahasa Minangkabau sering menjadi bahasa ibu masyarakat setempat. Hal ini, dalam beberapa kasus, justru menjadi tantangan bagi pengajaran bahasa Indonesia.

 

Pengamatan saya selama ini menunjukkan bahwa banyak guru dan calon guru bahasa Indonesia tidak sepenuhnya mampu menguasai bahasa Indonesia secara baik dan benar. Bahkan, saat mengajar bahasa Indonesia di kelas, tidak jarang mereka menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar utama. Padahal, dalam konteks pengajaran, sudah seharusnya bahasa Indonesia ditempatkan sebagai prioritas. Penggunaan bahasa daerah dalam situasi ini bukan hanya mengaburkan tujuan pembelajaran, tetapi juga membuat siswa semakin terbiasa dengan bahasa ibu mereka, sementara kemampuan mereka dalam berbahasa Indonesia menjadi terabaikan.

 

Kondisi ini bukan semata-mata kesalahan guru. Siswa yang besar dengan bahasa daerah sebagai bahasa pertama tentu mengalami kesulitan beradaptasi dengan bahasa Indonesia baku. Ketika guru bahasa Indonesia tidak memberikan teladan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik, kesalahan ini menjadi berlipat ganda. Siswa akhirnya tumbuh dengan keterbatasan dalam menggunakan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tulisan, bahkan sering kali terbata-bata saat berkomunikasi. Hal ini tentu menjadi tantangan besar, terutama ketika mereka harus bersaing di tingkat nasional atau bahkan internasional.

 

Namun, fenomena ini tidak hanya terjadi di Sumatera Barat. Daerah lain dengan bahasa daerah yang kuat, seperti Jawa, Bali, atau Sulawesi, juga menghadapi tantangan serupa. Bahasa ibu yang menjadi kebanggaan lokal sering kali terlalu mendominasi hingga mengaburkan peran bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Meski bahasa daerah perlu dilestarikan sebagai bagian dari identitas budaya, ada konteks di mana bahasa Indonesia harus diutamakan. Salah satunya adalah dalam pembelajaran formal di kelas, khususnya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.

 

Kesalahan pendekatan ini perlu menjadi perhatian bersama, baik oleh guru, calon guru, maupun institusi pendidikan. Kita harus kembali pada prinsip utama, yaitu "utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing." Menguasai bahasa daerah memang penting sebagai bagian dari pelestarian budaya, tetapi tidak boleh mengesampingkan fungsi utama bahasa Indonesia dalam pendidikan. Bahasa Indonesia adalah alat komunikasi lintas daerah yang menghubungkan seluruh lapisan masyarakat, sekaligus menjadi identitas nasional di tengah keberagaman budaya.

 

Oleh karena itu, perubahan harus dimulai dari kesadaran individu, terutama para calon guru yang kelak akan menjadi penggerak pendidikan. Mereka harus diberi pelatihan intensif untuk menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan memahami pentingnya menggunakan bahasa tersebut di dalam kelas. Dengan begitu, generasi penerus bangsa dapat tumbuh dengan fondasi bahasa yang kokoh, yang tidak hanya mengakar pada budaya lokal, tetapi juga mampu bersaing di tingkat nasional dan global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun