Saya termasuk golongan orang yang terlahir dari keluarga sederhana yang pas-pasan. Ayah bekerja sebagai PNS,  ibu mengurus keperluan sehari-hari di rumah. Kami tinggal di kampung Cilandak, di daerah bilangan Jakarta Selatan. Cerita bermula ketika saya duduk di bangku SMA kelas dua. Di awal pekan tahun ajaran baru, serombongan kakak kelas dari Universitas Indonesia datang memberikan presentasi tentang jurusan-jurusan favorit yang banyak diminati peserta ujian SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Karena dari dulu punya cita-cita jadi dokter, ada keinginan yang kuat untuk mencoba masuk Fakultas Kedokteran UI. Lalu, setelah FKUI, kepingin coba Fakultas Teknik Elektro. Tapi, ada satu hal yang membuat saya bimbang dan sedikit ragu. Waktu itu beredar gosip kalau mau masuk FKUI mesti menyiapkan uang minimal 50 juta rupiah. Kalau mau masuk Fakultas Teknik mesti punya 25 juta rupiah! "Degg..." Tiba-tiba saya saya terdiam kaget. "Kok mahal banget ya...?" Mana mungkin punya uang sebanyak itu. Sampai di rumah, saya coba komunikasikan dengan orang tua. Mencoba untuk curhat ke ibu. Kalau memang mesti keluar minimal 25 juta, terpaksa pinjam uang sana-sini. Semalaman saya berpikir panjang nggak bisa tidur. Berpikir bagaimana caranya supaya nggak ngerepotin orang tua lebih jauh. Nggak mau menambah beban orang tua lebih berat lagi. Alhasil, keesokan harinya saya mencoba bangun pagi lebih awal dari biasa. Waktu itu pergi ke sekolah naik angkot D02 warna putih jurusan Lebak Bulus-Pondok Labu (hmm... jadi kangen naik angkot nih... hehe). Sesampainya di persimpangan Pondok Labu, saya mengalihkan target utama ke "Pasar Pagi". Dulu sewaktu acara ekskul sekolah, teman-teman seksi konsumsi sering beli kue, gorengan atau cemilan di "Pasar Pagi". Harganya murah dan jenis kuenya macem-macem. Pagi itu saya beli donat, kue apem, dan beberapa gorengan yang isinya kacang ijo (nama kue-nya apa ya..? saya lupa). Modal utk belanja saya habiskan sekitar 5.000rupiah. Lalu, sesampainya di kelas, saya coba tawarkan donat dan kuenya ke teman. Awalnya agak malu sih, rasanya sungkan kalo mesti menawarkan kue dagangan ke teman. Apalagi dengan tujuan bisnis... hehe Sejak saat itu, saya pun resmi jadi penjual kue di kelas. Ya, lumayan sih... modal 5 ribu, dapat untung sekitar 2-3 ribu. Nggak banyak, tapi yang penting bisa ditabung. Seminggu... dua minggu... satu bulan pun berlalu, saya mulai menambah volume jualan kue. Yang awalnya cuma beli 2 box donat, saya tambah jadi 5 box. Uang yang berputar pun semakin besar jumlahnya. Namun, di suatu pagi selepas belanja kue, saya terkejut dengan donat-donat yang ada di tumpukan box paling atas. Ada beberapa donat yang sepertinya berwarna agak beda dari lainnya. Ketika hendak menjual ke teman sekelas, saya perhatikan kok ada semacam warna hijau-hijau berbentuk kapas di atas permukaannya si donat. Setelah diperhatikan lebih jeli, ternyata benar, donat-donatnya sebagian sudah lama dan berjamur. Beruntungnya waktu itu belum sempat terjual ke teman-teman. Bisa berabe kalau ada yang sakit perut gara-gara beli donat yang saya jual. Sesampainya di rumah, saya ceritakan semua kejadian tadi pagi ke ibu. Sebenarnya, ibu pun belum tau kalau anaknya ini sudah jualan kue di kelas sejak sebulan yang lalu. Maklum, takut kalau ibu tahu nanti malah nggak boleh jualan sama sekali. Tapi, di luar dugaan, ibu justru sangat mendukung usaha saya jualan di kelas. "Kalau mau, nanti mama masakin nasi uduk, terus dijual di kelas. Gimana?" Mendengar perkataan ibu, saya pun menjadi tambah semangat. "Alhamdulillah, Yattaaa....!!" Ternyata ide jualan di kelas mendapat dukungan penuh dari ibu.
Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar dan ibu bisa sadarkan diri setelah sekitar 1 hari tidak bangun dari tempat tidurnya.
Untuk keperluan operasi dan biaya rumah sakit, ayah menggunakan bantuan askes utk menekan biaya. Namun, sepertinya tidak cukup. Setelah ditambah dengan semua tabungan hasil jualan nasi uduk, akhirnya ibu diperbolehkan pulang. Saya merasa senang karena ibu bisa dapat kembali ke rumah seperti sedia kala. Masalah rejeki, semua sudah ada yang mengatur. Jika Allah berkehendak, pasti akan ada jalan terbaik dari arah yang nggak disangka-sangka.
(BERSAMBUNG...) *cerita ini diambil dari pengalaman pribadi saya ketika masih duduk di bangku SMA. http://fahmifahim.com/2010/12/28/dari-kue-donat-nasi-uduk-sampai-mainan-bekas/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H