Senioritas merupakan sistem yang sering di terapkan dalam dunia pendidikan bahkan banyak orang yang menilai bahwa senioritas identik dengan kekerasan.hal tersebut berawal muncul dan di terapkan dalam dunia militer yang semakin hari seiring bertambahnya zaman sistem senioritas ini menjadi sistem yang biasa dalam dunia pendidikan,hal tersebut berakibat negatif terhadap pandangan orang dalam memaknai sistem senioritas ini.Sebenarnya banyak hal dan sisi positif yang bisa kita terapkan dalam sistem senioritas ini.
Dalam dunia pendidikan, senioritas dilakukan oleh murid yang tingkat kelas-nya lebih tinggi (Senior) kepada para murid yang tingkat kelas-nya lebih rendah (Junior) dengan cara menekan para junior tersebut sesuai keinginannya alhasil semua yang di perintahkan oleh senior pasti akan di laksanakan oleh juniornya terlebih itu terpaksa atau tidak ketika seorang junior tidak melaksanakan apa yang di perintahkan oleh seniornya maka junior akan mendapatkan tindakan dari seniornya terkait perintah yang tidak sesuai maupun tidak di laksanakannya.
Kini, senioritas marak menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat luas, karena penyalahgunaan hak “senioritas” yang berakhiran menjadi “bullying” kepada para juniornya hingga menyebabkan junior tersebut terlanggar hak asasi pribadinya. Hal itu disebabkan oleh banyaknya senior yang melakukan kekerasan fisik maupun verbal terhadap juniornya agar keinginan senior tersebut terpenuhi. Biasanya diawali oleh penolakan dari sang junior atas perploncoan yang diberikan oleh para senior, atau sebagai hukuman dari suatu masalah yang telah dilakukan oleh para junior.
Sistem senioritas yang terjadi di Indonesia pada saat ini terkait dengan sistem komando yang biasanya berhubungan militer. Hal ini sangat dibutuhkan oleh aparat kemiliteran untuk melatih kepatuhan dan kedisiplinan terhadap peraturan yang mengikat tanpa memberikan jawaban atas pertanyaan dari sang junior atau bawahannya. Ternyata, hal ini diaplikasikan juga kepada aparatur non-militer yang tidak bertanggung jawab.
Sudah menjadi momok tiap tahun, yang dirasakan oleh para siswa baru adalah rasa was-was, takut, canggung, dan sebagainya. Dan lebih-lebih, bagaimana kita membayangkan betapa garangnya perlakuan senior terhadap kita pada saat nanti. Hal ini sudah menghantui kita sejak masa SMP, seperti dijemur siang bolong tanpa diberi minuman, minum dari botol yang sama setiap orang, mengunyah permen karet bekas teman yang berada di samping, dan banyak lagi. Hal ini biasanya menjadi “goals” dari para senior yang menyaksikan dan mereka dapat dengan bebasnya memamerkan jabatannya sebagai senior.
Hal ini dilakukan kepada para junior untuk ‘membalas dendam’ atas perlakuan yang diterima para senior tersebut beberapa tahun sebelum mereka menjadi senior. Para senior merasa puas dan rasa kesal yang dipendam akan tersalurkan. Mereka memulai kekerasan pada adik kelas (junior) dengan penyebab yang dirasa kurang masuk akal, seperti rambut yang terlalu panjang, wajah adik kelas yang lebih cantik daripada mereka, dan sebagainya. Mereka juga merasa bahwa adik mereka tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk membalas perbuata mereka. “Masa sih kita merasakan betapa sakitnya diperlakukan seperti itu, sedangkan adik kita sekarang dengan enaknya hanya masuk ke lingkungan ini. Tidak adil, dong!” perkataan ini sering saya dengarkan di lingkungan saya sendiri.
Tak jarang kasus tersebut membuat para junior memutuskan untuk keluar dari sekolah hingga kasus yang memakan korban jiwa. Dampaknya pun tidak hanya kepada para murid, tetapi sangat berpotensi mencoreng nama baik sekolah yang sewaktu-waktu dapat merubah opini masyarakat menjadi negatif terhadap sekolah tersebut, karena dikenal sebagai sekolah dengan senioritasnya kerap memakan korban.
Tetapi, tidak sepenuhnya budaya senioritas itu buruk. Pada dasarnya senioritas itu adalah suatu budaya untuk mendidik dengan cara menekan, alangkah baiknya budaya senioritas tersebut digunakan untuk hal positif dengan tujuan “mendidik” para junior menjadi pribadi yang lebih baik dan bertanggung jawab, terlebih agar dapat saling menghormati satu sama lain terutama yang lebih tua sekaligus dapat terbiasa menempatkan diri sesuai kedudukannya agar terkesan tidak “belagu” diantara yang lebih tua.
Semua itu dapat diterapkan sesuai kesadaran para senior atas dampak yang dihasilkan dari budaya senioritas yang diterapkan kepada para juniornya, agar tidak ada dendam yang dihasilkan oleh para junior kepada seniornya di masa depan dengan cara saling menggandeng dan membimbing para junior tersebut sebagai bentuk adanya rasa kekeluargaan yang memupuk dalam dirinya sehingga tumbuhlah jiwa solidaritas antar dalam hubungan senior dan junior.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H