Mohon tunggu...
M. Fahmi Dimas Prayogi
M. Fahmi Dimas Prayogi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Perikanan (Aquaculture)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perang Sarung di Bulan Ramadhan: Budaya Indonesia atau Kekerasan yang Berkedok Budaya?

6 April 2023   11:46 Diperbarui: 20 Mei 2023   18:18 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perang sarung di Bogor, sumber : Sindonews.com

Ramadhan merupakan bulan yang paling dinanti oleh seluruh umat islam. Selain bulan yang penuh berkah, Ramadhan juga menjadi bulan yang penuh dengan tradisi dan budaya. Salah satu budaya yang khas di Indonesia adalah perang sarung.


Perang sarung merupakan aktivitas yang dimana beberapa anak muda menggunakan sarung sebagai senjata yang kemudian disabetkan kepada anak yang lain. Aktivitas ini biasanya dilakukan setelah shalat tarawih. Akhir-akhir ini, kegiatan tersebut marak terjadi di berbagai tempat di Indonesia sehingga menimbulkan keresahan karena mengganggu ketertiban umum.


Meskipun perang sarung menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Indonesia, banyak juga
pro dan kontra mengenai aktivitas ini. Beberapa orang berpendapat bahwa perang sarung adalah aktivitas yang menyenangkan dan dapat mempererat hubungan antar sesama. Aktivitas ini juga dapat mengurangi aktifitas ketergantungan terhadap gadget dan mendorong anak-anak untuk bersosialisasi di lingkungan luar. Namun, ada juga yang beranggapan bahwa perang sarung hanya menyebabkan kegaduhan yang dapat merusak ketenangan dan ketertiban.


Perang sarung akan membuat kegaduhan lebih parah apabila salah satu dari
pihak yang terkena sabetan sarung tidak terima. Mereka akan tawuran menggunakan sarung yang diisi oleh batu dan semacamnya. Sehingga dapat menimbulkan cedera yang serius jika
benda tersebut mengenai kepala atau organ vital lainnya.


Pihak berwenang seringkali melakukan peringatan agar masyarakat tidak melakukan aktivitas tersebut karena dapat mengganggu keamanan dan ketertiban lingkungan. Namun, perang sarung masih marak terjadi di beberapa tempat terutama di pedesaan karena aktivitas tersebut masih dianggap aman dan menyenangkan.


Dalam konteks yang lebih luas, perang sarung memperlihatkan budaya kekerasan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita dalam mempertimbangkan dampak positif dan negatif dari perang
sarung saat hendak mengikutinya. Kita harus bijak dalam melakukan suatu hal agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.


Kesimpulan yang dapat saya tarik adalah perang sarung merupakan tradisi yang terus dilakukan di bulan Ramadhan. Meskipun terdapat pro dan kontra mengenai aktivitas ini, yang terpenting
kita harus dapat menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan bersama dan sebaiknya kita isi bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan positif lainnya seperti mengaji dan semacamnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun