Sore itu, hujan membasahi Kampus Universitas. Sudah 30 menit kami duduk menanti, ngobrol sana-sini. Jam 3 tepat, semua sudah siap untuk sebuah kuliah, tap dosenku belum datang.
30 menit yang lalu, meskipun hujan sedang besar-besarnya, dan disertai angin dan petir, kami rela datang sebelum jam perkuliahan dimulai. Semuanya ngeri membayangkan diusir oleh dosen karena terlambat. Minggu kemarin baru saja kejadian mencekam itu menghampiri kelas ini, tanpa tedeng aling aling, mahasiswa yang terlambat beberapa menit saja langsung diusir keluar oleh dosenku. Inilah aturannya. Kesepakatan yang entah darimana sumber hukumnya, mungkin merupakan bagian hukum privat dan masuk dalam bab KUHPerdata tentang perikatan. Kami terikat.
Sudah 30 menit berlalu, bu dosen belum juga muncul di ambang pintu. Kita saling pandang, tersenyum, membayangkan jika 30 menit itu adalah kita yang terlambat, semua sudah tau pasti apa yang akan kami alami.
Sebagian mahasiswa yang diusir pada pertemuan minggu kemarin sudah resah membalaskan dendamnya. Mereka memprovokasi teman-temannya untuk tidak melakukan kontra prestasi , setia pada kesepakatan 15 menit keterlambatan, maka baik mahasiswa maupun dosen tidak diperkenankan masuk kelas. Namun, wajah-wajah kakak angkatan yang mengulang, mungkin meruntuhkan semua usaha provokasinya, satu kelas sepakat berkata “Kalo dapat nilai C gimana?”. Takut bernasib sama dengan kakak angkatannya yang sekarang ikut belajar bersama mereka. Mengulang.
10 menit berjalan setelah 30 menit yang berlalu, anak-anak berlarian ke dalam ruangan dan menempatakan diri dalam posisinya masing-masing. Sang dosen masuk dengan senyuman kemenangan dan dengan suara yang nyaring berucap, “selamat soree..!”. semua berjalan lancar, perkuliahan berjalan seperti biasanya.
Tentang perikatan itu, ibu dosen tak mau ambil pusing. Dosen tidak terikat.
Yang berkuasa bisa melakukan apa saja. Perjanjian hanya alat kaum yang berkuasa untuk melegalkan keinginannya pada manusia-manusia yang ada dalam wilayah kewenangannya.
Walaupun agak sedikit kasar, tapi itulah materi kuliah yang kami dapat hari ini. Di dalam dunia pendidikan, pengalaman-pengalaman kecil adalah mozaik-mozaik yang kelak akan membentuk kepribadiaannya. Dan ini adalah sebuah blunder besar bagi kami yang sudah lama mati-matian menyusun mozaik-mozaik keyakinan, percaya bahwa seorang guru adalah teladan bagi muridnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H