"Tulisan ini dibuat untuk mengkritisi kita semua baik penulis maupun yang lainnya. Tulisan ini di buat bukan berarti penulis adalah orang yang merasa paling benar
tapi tulisan ini dibuat untuk dijadikan bahan refleksi dan evaluasi bagi kita semua agar kita selalu memperbaiki keadaan diri dan organisasi supaya kembali ke khittahnya".
Pada fase-fase awal berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ayahanda Lafran Pane beserta beberapa tokoh pendiri mengalami berbagai tantangan yang mengancam eksistensi dan esensi organisasi, tantangan tersebut berasal dari internal HMI sendiri maupun dari eksternal HMI, baik yang bersifat ideologis maupun strukturalis. Hariqo Wibawa Satria memaparkan dalam bukunya yang berjudul "Lafran Pane: Jejak Hayat dan Pemikirannya", bahwa Ayahanda Lafran Pane pernah ditawarkan untuk menduduki jabatan strategis dalam partai persatuan pembangunan (PPP), hal yang sama juga pernah ditawarkan partai Golkar untuk menjadi pengurus partai dan menduduki kursi legislatif, dan masi banyak tawaran lainnya. Namun yang terjadi adalah seluruh tawaran tersebut ditolak oleh Ayahanda Lafrane Pane dengan komitmen yang konsisten, beliau mengatakan "kalo saya masuk partai politik atau organisasi lain, maka HMI sudah tidak dianggap independen lagi". Sikap ayahanda Lafran Pane menunjukan suatu komitmen yang luar biasa. Pertanyannya bagaimana dengan kader HMI masa kini? apakah masi Independen? Atau telah terjebak dalam tindakan-tindakan yang mencederai nilai-nilai organisasi? Sepertinya iya, kebanyakan kader HΜΙ telah terjebak pada pragmatisme berproses, baik secara organisatoris maupun etis/nilai
Tepat pada tahun 2024 organisasi Himpunan Mahasiswa Islam telah berusia 77 tahun, usia yang cukup matang. Di Usia yang semakin tua, tindakan kader HMI justru semakin jauh dari nilai-nilai luhur yang telah ditanam oleh para pendiri organisasi. Independensi dalam berorganisasi merupakan salah satu nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap kader HMI, namun kenyataan yang terjadi tidaklah demikian. Di setiap momentum politik nasional maupun lokal, kader HMI selalu terlibat baik memberi dukungan maupun yang hendak meminta dukungan, padahal status kader yang bersangkutan masi aktif sebagai anggota. Berpolitik secara intelektual tidaklah dilarang karena itu adalah hak, tapi yang menjadi persoalan adalah berpolitik secara praktis, Kader HMI sering terperangkap dalam jeruji dilematis untuk menentukan sikapnya, antara pragmatis di birokrasi atau tetap idealis dijalanan. Kondisi ini sering berimplikasi pada rusaknya nilai independensi organisasi, baik secara etis maupun administratif organisatoris. HMI sudah seperti pasar gelap, banyak tranksaksi gelap didalamnya mulai dari tukar tambah jabatan dan jual beli gagasan untuk kepentingan politik hingga pamer keimanan untuk menutupi kesalahan, semuanya terkomersialisasi.
(AKUMULASI PERSOALAN DIATAS HANYALAH PERMUKAAN, SEMISAL GUNUNG ES, BANYAK PERSOALAN LAIN YANG TERSEMBUNYI. SEHINGGA PERLU UNTUK DIRESPON DAN DIKRITISI.)
Didalam Konstitusi HMI, Independensi dibagi atas 2 yaitu independensi organisatoris dan independensi etis. Independensi organisatoris diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) HMI, sebagaiamana tertuang dalam pasal 5 jo pasal 18 ayat 3 Anggaran Dasar (AD) HMI tentang sifat organisasi yang berbunyi; "HMI adalah organisasi yang bersifat Independen". Selain itu, pelanggaran terhadap independensi organisasi dapat merusak citra organisasi, kondisi ini tentu melanggar ketentuan pasal 5 ayat (1) Anggaran Rumah Tangga (ART) HMI yang berbunyi; "Setiap anggota HMI berkewajiban menjaga nama baik organisasi", karena tindakan-tindakan demikian telah memperburuk citra organisasi dimata publik. Selain itu, jika tindakan melanggar independensi organisasi dilakukan oleh pengurus dalam hal ini adalah Ketua Umum baik pada tingkat PB, Cabang, hingga Komisariat, maka masing-masing melanggar ketentuan pasal 18 ayat 9 huruf a, pasal 27 ayat 8 huruf b, dan pasal 36 ayat 8 huruf a Anggaran Rumah Rangga (ART) HMI, yang berbunyi; "Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat pejabat ketua umum sebelum kongres/konfercab/rak apabila membuat pernyataan publik atas nama PB/Cabang/Komisariat yang melanggar Anggaran dasar pasal 5", dan yang terakhir jika anggoata HMI tergabung dalam partai politik maka melanggaran ketentuan pasal 3 ayat 4 huruf d yang berbunyi, "Masa keanggoataan berakhir apabila menjadi anggota partai politik".
Selain independensi organisatoris, independensi etis juga harus dikedepankan dalam setiap persoalan proses kader. Himpunan Mahasiswa Islam memiliki segenap nilai, kebiasaan, dan tradisi-tradisi yang membentuk karakter kader yang kemudian terjelma dalam independensi secara etis, sehingga pola pikir, pola sikap, dan pola kerja kader diarahkan kepada kebaikan. Independensi etis pada hakekatnya merupakan karakter kader yang sejalan dengan fitrah manusia, yaitu cenderung pada kebenaran (hanief). Aktualisasi dari indpendensi etis ini tertuang dalam 5 profil kader HMI yaitu:
• Cenderung kepada kebenaran (hanief)
• Bebas, terbuka, dan merdeka
• Objektif, rasional, dan kritis
• Progresif dan dinamis
. Demokratis Jujur dan AdilÂ
Seringkali tindakan yang dilakukan oleh kader HMI menggambarkan suatu sikap yang tidak jujur dan adil. Selain itu pencederaian terhadap independensi organisasi merupakan bentuk ketidakobjektifan dan runtuhnya nalar kritis dalam berorganisasi, sehingga secara tidak langsung kader HMI telah melanggar independensi etis itu sendiri.