Selain Al-Qur’an, hadis juga menjadi dasar hukum syariat Islam. Hadis adalah segala sesuatu baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan atau bahkan sifat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Secara struktural hadis bersifat global. Maknanya, apabila tidak ditemukan penjelasan mengenai bermacam problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka merujuk pada hadis menjadi hal yang harus dan wajib untuk kita lakukan.Â
Perlu digaris bawahi, dalam menyelesaikan problematika yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an tidak serta merta menjadikan semua hadis sebagai rujukan. Akan tetapi, perlu mempertimbangkan apakah hadis itu diterima sebagai dalil atau tidak. Adapun pertimbangan terkait hadis tersebut dapat diterima atau tidaknya sebagai dalil dapat dilihat dari status dan kualitas hadis itu sendiri.
Pengertian dari kualitas hadis sendiri adalah taraf kepastian atau taraf dugaan tentang benar palsunya hadis itu berasal dari Rasulullah SAW (Khudamu Al-Ma’had : 2011). Kualitas disini juga bisa diartikan sebagai tingkat, mutu atau nilai yang disandang oleh suatu hadis (Kusniati Rofiah : 2010). Â
Status dan kualitas suatu hadis, diterima atau ditolaknya itu bergantung sanad hadis dan matan Hadis. Sanad sendiri menurut bahasa adalah sandaran atau tempat bersandar. Sedangkan menurut istilah sanad adalah jalan yang menyampaikan kepada jalan hadis. Adapun matan hadis menurut bahasa adalah mairtafa'a min al-ardi atau tanah yang meninggi. Menurut istilah matan adalah kalimat tempat berakhirnya sanad.
Manakala sanad dan matan suatu hadis sudah memenuhi kriteria dan syarat-syarat tertentu, maka hadis tersebut dapat diterima sebagai dalil untuk menetapkan hukum atas sesuatu atau menjawab berbagai problematika yang ada. Akan tetapi, jika syarat-syarat ataupun kriterianya tidak terpenuhi, maka hadis tersebut ditolak dan tidak dapat dijadikan hujjah.
Adapun syarat diterimanya suatu hadis yang mana erat hubungannya dengan sanad hadis yaitu, sanadnya bersambung, bersifat adil, dan dhabith ( Mahmud al-Thahhan, Taisir, h. 33; Ibn al-Shalah, 'Ulum al-Hadits, ed. Nur al-Din "Atr (Madinah. Maktabat al-'Ilmiyyah, 1972), h. 10. 'Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, h. 305). Jadi, apabila dilihat dari syarat tersebut, maka sanad hadis menjadi salah satu penentu diterima atau tidaknya suatu hadis. Suatu hadis, apabila sanadnya terputus, maka hadis tersebut tidak bisa diterima sebagai dalil atau di dijadikan hujjah.
Sama halnya apabila suatu hadis dimana sanadnya mengalami cacat. Cacat disini, baik cacat yang berhubungan dengan keadilan para perawi, contohnya pembohong, pelaku bid'ah, fasik, ataupun tidak diketahui sifatnya, maupun  cacat yang berhubungan dengan kedhabithannya perawi, seperti sering buruk hafalannya, berbuat kesalahan, sering ragu, lalai, dan menyalahi keterangan orang-orang terpercaya. Manakala kecacatan tersebut ada pada salah seorang perawi dari suatu sanad hadis, maka hadis tersebut ditolak sebagai dalil dan dinyatakan dha'if.
Bisa dikatakan untuk mengetahui seberapa jauh nilai keabsahan hadis, sanad manjadi hal yang cukup sentral. Sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Usulul Takhrij wa Dirasah As-Sanad karya Mahmud Thahan bahwa, kualitas sebuah hadis dapat dipengaruhi oleh keberadaan kualitas sanadnya. Arti simpelnya, suatu hadis dapat ditolak apabila sanadnya tidak sahih.
Memang, secara logika lemahnya sanad suatu hadis belum dapat membuat hadis tersebut secara mutlak sebagai hadist yang tidak berasal dari Rasulullah. Akan tetapi, sanad yang tidak sahih dari sebuah hadis tidak bisa menjadi bukti bahwa hadis tersebut memang benar berasal dari Rasul. Sebuah hadis haruslah steril dari segala macam bentuk keraguan, termasuk keraguan akan sanad, dikarenakan hadis merupakan salah satu dasar yang pokok dari ajaran Islam. Oleh sebab itu, hadis yang sanad nya tidak sahih atau diragukan berasal dari Rasul itu ditolak.
Para ulama hadis menjadikan sanad sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari agama. Â Fakta historis juga menunjukkan apabila ulama hadis menghadapi sebuah hadis, maka menilai kualitas kesahihannya melalui sanad menjadi langkah pertama yang dilakukan. dalam menerima hadis, Para ahli hadis juga sangat berhati-hati dengan cara meneliti jalur sanad yang ada.