Mohon tunggu...
fahmi kurniawan
fahmi kurniawan Mohon Tunggu... -

berani karna benar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Masih Adakah yang Peduli Nasip Orang Miskin

11 Mei 2013   19:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:44 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ogang miskin di Indonesia masih banyak sekali tersebar di seluruh pelosok indonesia. Tersebar dari pelosok pedalaman bahkan sampai ke kota-kota besar, persebarannya sangat merata yang dari tahun ketahun tidak berkurang bahkan bertanbah pesat, inilah kegagalan yang sangat mencolok dari pemerintah Indonesia. Pemerintah bukannya membuat rencana untuk meberantas kemiskinan di negeri ini tapi mereka merencanakan hal-hal yang menunjang kenyamanan mereka dalan bekerja seperti merenofasi kator, dengan menambahkan kolam renang yang sebenarnya tidak ada kegunaannya dalam sebuah gedung kepemerintahan. Semua itu pasti memakan anggaran yang sangat besar dan anggaran tersebut diambil dari uang rakyat, mungkin rakyat tidak akan rela apabila uang mereka dipakai untuk hal seperti itu mereka akan tetapi mereka akan lebih senang apabila uang itu digunakan untuk mengentaskan kemiskinan atau untuk memajukan pendidikan dinegeri ini.

Bukan untuk hal seperti itu, lihat saja masih banyak sekolah yang disana banyak generasi-generasi yang nantinya akan memajukan negara ini yang roboh karena bangunannya yang sudah tua dan bahkan bangunan itu ruboh ketika proses belajar sedang berlansung, tapi apakah anda pernah mendengar berita sebuah gedung pemerintahan yang roboh karena bangunannyan sudah tua mungkin belum pernahkan kebanyakan hanya gedung sekolah yang tidak diperhatikan kalau gedung itu sudah harus segera di renofasi. Sangat mengerikan sekali jangan sampai seorang anak tidak mau sekolah dikarenakan takut kerobohan gedung sekolah yang sudah tua apa jadinya negara kita bila banyak anak seperti itu padahal masa depan negara ini ada di tangan mereka.

Itu masih sebagian kecil masalah di negeri ini padahal masih banyak permasalahan lain. Apabila kita lihat tingkat pendidikan di negeri ini yang masih sangat rendah angka buta huruf yang ternyata masih tinggi anak putus sekolah karena tidak adanya uang untuk membayar biaya uang SPP yang semakin mahal menjadi alasan mereka putus sekolah. Tidak usah jauh-jauh di kampus saya saja ada seorang anak lulusan SMP yang terpaksa putus sekolah dan memilih berjualan es dawet dikarenakan tidak ada dana untuk masuk SMA atau yang setingkat lainnya, lebih-lebih semakin banyaknya sekolahan yang mejadi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) atau bahkan sudah menjadi Sekolah BertarafInternasional (SBI). Menurut sayabukannya kemajuan tapi kemunduran yang didapat, dengan sekolah berlebel RSBI atau SBI yang untuk uang masuknya saja sudah mahal sekali hampir sebanding dengan uang masuk Perguruan Tinggi itu belum nanti diharuskan memekai leptop, apakah tidak semakin berat lagi, banyak orang miskin yang mengurungkan niatnya untuk bersekolah padahal banyak di antara mereka anak-anak pintar yang tidak bisa meneruskan karena tidak adanya biaya banyak dari siswa yang memplesetkan RSBI sebagai Rintisan Sekolah Bertarif Internasional atau SBI Sekolah Bertarif Internasional. SMA saya saja yang bukan RSBI atau SBI saja, biaya persemesternya bila di bandingkan dengan biaya persemester kuliah kakak saya sangat besar sekali selisihnya lebih mahal SMA saya itupun sekolah negeri bukan suasta.

Bagaimana mereka akan meraih cita-cita apa bila biaya pendidikan yang sangat tinggi seperti itu. Apakah pendidikan hanya milik orang kaya, atau mungkin masa depan cerah hanya milik orang kaya. Padahal semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan, tapi mengapa sangat sulitnya untuk mendapat pendidikan tersebut. Padahal pendidikan itu penting untuk meraih cita-cita, dan juga cara untuk mengentaskankemiskinan.

Mungkin ada beberepa langkah pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan seperti BLT atau Bantuan Langsung Tunai yang besarnya masih jauh untuk bisa mengentaskan kemiskinan di jogja saja yang UMRnya dilnilai rendah uang sebesar itu mungkin tidak cukup untuk bertahan hidup 1 bulan, dan banyak pula yang memplesetkan BLT itu menjadi Bantuan Langsung Telas, Telas dalam bahasa jawa berarti habis.Ada lagi bantuan dari pemerintah yaitu BOS (Bantuan Oprasional Sekolah) seperti namanya bantuan ini ditujukan untuk sekolah tetapi semua ini dirasa masih sangat kurang sehingga dalam kenyataannya masih banyak yang putus sekolah apalagi adanya RSBI atau SBI ini.

Atau lihat penggusuran pedagang kaki lima liar oleh SATPOLPP dan dagangannya disita tak jarang dagangannya juga di buang padahal mungkin barang itu hanya titipan atau mungkin belum lunas dalam mebelinya, bagaimana mereka mempertanggung jawapkan barang-barang tersebut atau bagaimana mereka dapat mencari uang lagi kalau dagangan-dagangan mereka telah disita sehingga mereka sudah tidak punya modal apa-apa lagi sehingga menjadikan mereka pengangguran dan menjadikan bertambahnya pengemis-pengemis atau bahkan timbulnya kriminalitas dimana-mana.

Tapi lain di Solo disana pedagang kaki lima liar yang berada di alun-alun kota Solo yang membuat kesanalun-alun menjadi kumuh berantakan mereka di tertipkan dengan cara walikota Solo memindahkan merekaketempat yang telah disediakan terlebih dahulu berbentuk seperti pasar dan rute angkutan umum melewati tempat itu sehingga tempatnya menjadi rame. Mungkin solusi seperti itu bisa di pakai untuk menertipkan  pedagang kaki lima tanpa harus melakukan penyitaan seperti itu bukannya menyelesaikan masalah tapi malah menimbulkan masalah baru.

Maka seharusnya pemimpin semakin mawasdiri, kepemimpinan harus diperbaiki jangan hanyatidur saat rapat, absen, dan bermain IPAD. Masyarakat berharap besar sekali terhadap pemimpin-pemimpin bangsa ini maka dari itu pemerintah harusnya sadar dan menggunakan kepemimpinannya itu dengan sungguh berusaha untuk memajukan dan mensejahterakan rakyat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun