Tiga tahun sudah negeri ini dipimpin oleh pasangan Jokowi dan Jk, berbagai kebijakan telah dilakukan dalam rangka kebaikan kita bersama sebagai suatu bangsa yang majemuk dan kaya dari sisi sumber daya alam ini. Pembangunan infrastruktur yang diharapkan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat nampak nyata di berbagai sudut kota. Namun di balik tumbuhnya insfrastruktur terdapat satu masalah besar yang kian memunculkan pertanyaan besar bagi kita segenap masyarakat. Yakni sikap oknum aparat kepolisian yang semakin represif pada suatu entitas namun nampak lunak pada entitas lainnya.
Jejak digital untuk membandingkan sikap aparat kepolisian dapat kita lihat. Pertama, pada tanggal 9 Mei 2017 massa pendukung Ahok melakukan aksi di depan LP Cipinang. Aksi tersebut berlangsung hingga larut malam, bahkan hingga memasuki tanggal 10 Mei sebab telah melewati pukul 00.00, apakah mereka melakukan aksi damai? Silahkan anda mencari berbagai sumber. Faktanya, aksi kawan-kawan pendukung Ahok diwarnai dengan aksi dorong pagar LP Cipinang.
Kedua, pada pertengahan oktober lalu kemendagri diserang oleh beberapa oknum masyarakat, mereka melakukan aksi ricuh yang diwarnai kekerasan dan pengrusakan fasilitas Negara dalam hal ini adalah asset gedung dan mobil di kemendagri. Bahkan beberapa Pegawai Kemendagri mengalami luka-luka serius. Usai peristiwa tersebut, 11 orang telah dijadikan tersangka namun rasa keadilan di negeri ini kembali terasa terkikis. Belum sampai pada tahap lanjut, salah seorang staf khusus Presiden yaitu Lennis Kogoya meminta agar polisi membebaskan kesebelas tahanan tersebut. Silahkan anda cari di internet siapa saja kesebelas tahanan tersebut. Foto-foto mereka dengan data diri di tangan bahkan sulit ditemukan.
Hari Jumat lalu 20 Oktober 2017 Ribuan Mahasiswa yang tergabung dalam aliansi strategis BEM Seluruh Indonesia melakukan aksi damai di depan Istana Negara. Awalnya saya memiliki rasa optimis bahwa aparat pun akan melakukan hal yang sama sebagaimana saat menjaga demo Pro Ahok di depan LP Cipinang, namun jauh panggang dari api. Dugaan kami meleset. Bukan menjaga adik-adik mahasiswa calon pemimpin bangsa di  masa depan justru oknum aparat bersikap represif!Beberapa mahasiswa terluka terkena bogem mentah oknum aparat, tidak berhenti disitu 14 orang di tahan. Meski ke-dua belas mahasiswa akhirnya dibebaskan, namun dua mahasiswa lainnya atas nama Muhammad Ardy dari IPB dan Ihsan Munawwar Mahasiswa STEI SEBI tetap di tahan. Apakah sampai disitu? Ternyata masih berkembang, hingga tulisan ini dibuat dua mahasiswa kembali ditetapkan sebagai tersangka yaitu Wildan Wahyu Nugroho selaku Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia, dan Panji Laksono, Presiden Mahasiswa IPB sekaligus Koordinator Isu Agraria BEM Seluruh Indonesia. Tidak hanya itu saja, di media sosial juga tersebar foto-foto mereka layaknya tersangka maling ayam. Dengan wajah lebam sambil memegang data diri dan pelanggaran yang dilakukan.
Maka kini muncul Tanya besar pada diri tiap kita. Mengapa sangat terlihat aparat kepolisian bersikap tidak adil dalam menyikapi aksi massa? Tiga tahun kepemimpinan Jokowi ternyata Gagal mereformasi Kepolisian untuk menjadi lembaga yang lebih humanis lagi! Maka di akhir tulisan ini, semoga pembaca semakin terbuka bahwa sudah waktunya kekerasan dan aksi main hakim sendiri dihentikan di negeri ini. Apalagi jika aksi kekerasan tersebut dilakukan oleh aparatur Negara. Jika masalah kekerasan pada aksi massa ini tidak segera diselesaikan maka tidak menutup kemungkinan justru akan terjadi ekskalasi baru gerakan mahasiswa, pers maupun masyarakat untuk menuntut kesetaraan di mata hukum dan Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H