Mohon tunggu...
Fahmi Arfiandi
Fahmi Arfiandi Mohon Tunggu... -

friendly ones.. love music | travelling | photography | books | and many lovely things

Selanjutnya

Tutup

Catatan

In A Jakarta Prison - Life Stories of Women Inmates

17 Juli 2012   18:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:51 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13425570051054876121

[caption id="attachment_194739" align="alignnone" width="300" caption="IN A JAKARTA PRISON - life stories of women inmates"][/caption] Judul Buku : IN A JAKARTA PRISON - life stories of women inmates Penulis : Sujinah Penerbit : The Lontar Foundation Tahun : 2000 Tebal : 146 halaman Sinopsis: In a Jakarta prison adalah sebuah kumpulan kisah yg menceritakan pengalaman hidup dari para narapidana wanita, dimana penulis buku ini juga ikut menjalani masa hukumannya sebagai narapidana politik pada masa Orba. Dari kemiskinan, penindasan, sampai harga diri yang disebabkan oleh lingkungan, juga pasangan hidup mereka, para narasumber menceritakan kisah background mereka hingga mengapa mereka sampai harus tinggal di dalam penjara kepada sudjinah dengan lepas dan diam-diam tanpa sepengetahuan petugas lapas. sebab kertas dan alat tulis bagi para tapol G 30 S/PKI di masa Orba tidak diperbolehkan. Buku ini terbit setelah orde baru tumbang dan diterbitkan hanya dalam bahasa inggris oleh yayasan lontar. Isi buku ini terdiri dari 14 kisah yang merupakan pengalaman hidup ke 14 narasumber tersebut. Mulai dari neneng yang menggelandang hidupnya di jalanan ibukota bersama neneknya, meninggalkan kampung halamannya yang miskin setelah ayah dan ibunya meninggal karena kelaparan. Hingga akhirnya mereka di tangkap dalam operasi pembersihan gelandangan dan pengemis. Di akhir cerita neneng berkata “ that night I heard kids sobbing and crying in the dark. I felt so tired, but at least the floor was clean and I could rest until the next day. Here, in this place, I don’t have to worry that somebody is suddenly going to wake us up, and that we’re going to have to run and hide again. At least that’s good.” Kemudian ada keling si pencopet, yang telah mencopet sedari usia 6 tahun. Ia belajar mencopet dari Ma isah, salah satu pencopet terbaik di kawasan senen. Senen merupakan kawasan kumuh dan keras serta mempunyai angka kriminalitas tinggi di jakarta. Keling tertangkap ketika sedang hamil dan akhirnya melahirkan di dalam penjara. Ia tertangkap tangan mengambil sekaleng sardines di pasar. Padahal sardines tersebut akan ia berikan kepada suaminya, bopeng, yang sedang meringkuk di dalam penjara karena kasus pencopetan. Keling pun mengungkapkan kekesalannya “ you know what it’s like, it’s hell in jail if you don’t have any money. You’d starve to death if you had to eat the shit they serve. To tell you the truth, that’s why I swiped the sardines. I was going to take them in to Bopeng, and now I’m in jail again myself. Isn’t life a bitch? Selanjutnya ada kisah Asmi si pengutil asal cirebon, Sri pelacur berkepala gundul, dan juga Leha si tikus pelabuhan yang lahir dan besar di pelabuhan sunda kelapa. Hidupnya yang keras membuatnya menjadi pencuri ulung di seputaran gudang-gudang pelabuhan sunda kelapa, sebelum akhirnya ia tertangkap. “Life’s tough, and you’ve got to eat” ujarnya enteng. Dan masih ada beberapa kisah menarik lagi yang penuh warna dari balik teralis besi penjara wanita. Selain kisah dalam buku ini yang menarik, kisah perjalanan dokumen buku in a jakarta prison keluar dari penjara hingga di terbitkan juga punya kisah yang tidak kalah menariknya. Dokumen itu menurut wawancara Haryo sasongko dengan Sudjinah di tahun 2000, diserahkan secara sembunyi-sembunyi oleh sudjinah kepada seorang wartawan yang berhasil masuk ke penjara dengan menyamar sebagai kuli bangunan. Sudjinah ingin dokumen itu di bukukan dan mengusulkan judul “ aku pendukung bung karno sampai mati”. Sudjinah berhubungan dengan wartawan tersebut saat ia mulai di pindahkan ke penjara tangerang pasca vonis 18 tahun penjara yang di jatuhkan pengadilan pada tahun 1980. Di tangerang inilah, sudjinah punya kesempatan menulis setelah berhasil “menipu” petugas dengan meminta kertas untuk membuat desain pola sulaman. Sekilas mengenai sudjinah, ia lahir di solo pada 27 juli 1928. Ayahnya, seorang pegawai keraton surakarta. Ia sulung dari empat bersaudara.menyelesaikan HIS di zaman belanda dan sempat mencecap pendidikan MULO selama setahun, sebelum kemudian jepang datang. Saat perang merebut kemerdekaan, sudjinah muda turut aktif di garis depan pertempuran di dekat Salatiga, Tengaran dan Mrangen (1945-1950). Ia menjadi anggota mobile pelajar, juga pemuda putri indonesia. Pada tahun 1949, ia menjadi kurir Batalyon Bramasta di selatan bengawan solo. Sudjinah juga sering mewakili Gerwani di pelbagai konferensi internasional. Kembali ke indonesia sudjinah melakukan kegiatan sebagai wartawan dan penterjemah untuk Gerwani.sesudah terjadi peristiwa G30S, tanpa proses peradilan apapun, sudjinah ditangkap aparat militer dan dijebloskan di penjara bukit duri. Berkali-kali sudjinah mengalami siksaan aparat. Tanpa pembuktian apapun ia dijatuhi hukuman penjara 18 tahun. Sudjinah menghirup udara bebas dari penjara wanita Tangerang pada 17 agustus 1983 setelah 16 tahun meringkuk dalam penjara. Namun ia masih berada dalam pengawasan ketat selama 2 tahun lagi untuk menggenapi vonis hukumannya selama 18 tahun. Ia di wajibkan melapor ke kodim setempat sekali dalam sepekan. Jika ia ketahuan melarikan diri dalam rentang waktu 2 tahun tersebut, maka keluarga atau kerabat yang ia tinggali harus menjadi gantinya untuk di tahan. Sudjinah telah menulis dua buku penting mengenai pengalamannya selama di penjarakan oleh rezim Orba.untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari ia bekerja sebagai interpreter dan guru bahasa inggris. Sudjinah ditolak oleh keluarganya di Solo dan hidup dengan teman-temannya di panti jompo. Ia tutup usia pada usia 80 tahun tanggal 7 september 2007 di Jakarta dengan membawa sejarah yang belum selesai diklarifikasi. Selain itu dalam buku ini juga dilengkapi dengan foto-foto karya stefanny imelda yang diambil di penjara wanita tangerang dan penjara suka miskin bandung antara tahun 1997 - 2000. Sumber reportase :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun