"Oh sudah ada pendamping, mau nikah berarti ya" renung sang gadis belia yang  sedang melihat pucuk undangan berhias cantik berwarna putih corak biru itu di tangannya.  Bukan, bukan karena dia crush idamannya, tapi melihat kondisi lempengan kain bersekat yang berisi surat-surat penting dan struk pembayaran, dengan gambar pak Soekarno Hata 1 lembar membuat dia mengembangkan pipinya. "Yaah jatah buat beli bedak hangus sudah".Â
Tiba di hari pernikahan, dimana pengantin saling bertukar senyuman bak pasangan raja dan ratu sehari, aku dan teman-teman cantikku berangkat memenuhi undangan tersebut. [Tunggu aku ya di depan masjid Agung] ketikanku pada teman disisi sana. [Oke nanti tak kasih kabar kalo sudah deket sana, ini mau otw] jawabnya . Kubalas dengan jawaban [oke].
Sambil menerka2 kapan mereka akan sampai di depan Masjid Agung, kunyalakan ponselku dan ku scrooling aplikasi kamera, "ckrik" "ckrik" bunyi berulang kali tanda foto persiapan sudah selesai, aku dengan balutan dressed pink muda sedikit keunguan dipadukan dengan jilbab merah bataku dengan sepatu putih baruku. 30 menit kemudian, kunyalakan montorku, dan mulai kulajukan menuju tempat kami janjian. Ku perkiraan didepan mobil merah lalu kulihat ponselku Oh ternyata ada panggilan dari temanku diana si cantik jelita dengan dress bunga2 cantik membalut  dirinya. Lalu perjalanan pun kami mulai.Â
Saat memasuki wilayah perumahan  mas yang digunakan temanku diana ingin mengajak kami berputar-putar. Alhasil kembalilah kami di awal jalan belakang pertama menuju perumahan yang dituju. Sambil mendengus gemas, aku bertanya pada kawanku "gaes kayaknya kita kembali di jalan awal deh", "iya mbak, aku kurang tahu tiba2 saja mapsnya belok2 sendiri" jawabnya. Memang biasanya aku yang memegang maps sambil berkendara. Saat kulihat dia yang dibonceng kuserahkan pembacaan maps padanya. Tak kusangka hal itu akan membingungkan perjalanan kami. " okey aku saja yang pegang maps, ini sudah dekat kok" sambil kulajukan montorku menuju gang yang benar. Ternyata memang perumahan yang kami tuju sedikit masuk dan jalannya berputar-putar. Pantas maps pun dibuat eror gumamku.
Sampai disana, hampir saja temanku akan belok pada jalan perumahan lain, kuhentikan lajunya, "rek ini loo rumahnya" sambil kutunjuk sebuah satir dapur pada rumah pengantin yang kami tuju. "Ealah ini to, tapi masuknya lewat mana mbak?" Tanyanya padaku, karena ini perumahan mungkin bisa sedikit maju cari pintu masuknya pikirku.Â
Tak berselang lama , sampai lah kami pada bilik samping dekorasi, kami parkirkan montor kami, dan saat mau masuk dalam dekorasi pernikahan, ku tengok sedikit Oh Tuhan nyatanya kami kurang berjalan satu kompleks lagi untuk sampai kedepan tempat masuk awal tamu undangan. Kami pun akhirnya memilih berjalan kaki, sampailah kami kesempatan tujuan. Masuk, makan berswa foto bersama kedua mempelai, lalu pamit undur diri.Â
Saat perjalanan pulang, maps kupegang  agar perjalanan kami menuju jalan raya selamat sentosa. Yah sampailah kerumah masing-masing dengan hembusan nafas panjang usai perjalanan yang memicu adrenalin. Bagaimana tidak, ku arahkan pada jembatan rel kereta api yang tak berpawang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H