“Kata siapa kamu kang, jangan asal bicara. Setahu saya selama saya mengaji kitab Shohih Bukhari Muslim tidak ada hadits tentang itu.” Faris heran dengan apa yang dikatakan oleh Ali.
Sambil menyesap kopi, Ali merenung dalam. Benarkah hadits itu sahih? Atau mungkin ada pemahaman lain yang terlewatkan? Ia teringat dawuh-dawuh kyainya yang selalu menekankan pentingnya mencari ilmu dari berbagai sumber. Namun, tradisi dan kebiasaan sudah begitu melekat dalam dirinya.
“Masa sih kamu enggak tahu, ada hadits Rasulullah yang menjelaskan tentang kopi kurang lebih bunyinya seperti ini : “Selama bau biji kopi ini masih tercium aromanya di mulut seseorang, maka selama itu pula malaikat akan beristighfar (memintakan ampun) untuknya." Jelas Ali.
“Hati-hati kang bisa berdosa karena salah pemahaman. Jadi hadits tersebut dikategorikan sebagai hadits dhaif atau lemah. Karena hadits itu tidak ditemukan dalam kitab hadits utama seperti kitab Shahih Bukhari Mulim dan sanadnya yang lemah serta matan yang tidak lazim. Maka dari itu hadits ini tidak dapat dijadikan sebagai hujjah atau dasar hukum islam.” Ujar Faris pada Ali.
“Tetapi tidak ada salahnya kan kita mengonsumsinya. Kopi juga termasuk minuman halal dan lagipula tidak ada dalil yang melarangnya.” Tutur Ali sembari meneguk kopi yang sudah setengah kosong.
“Memang tidak masalah, akan tetapi cara kamu mengonsumsi kopi tadi kurang tepat. Sebaiknya jangan meminum kopi di pagi hari sebelum makan. Mengonsumsi kopi itu mubah tidak ada dalil Al-Qur’an yang melarang selama tidak mengandung zat-zat yang berbahaya dan membahayakan kesehatan. Namun hadits tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menghukumi kehalalan atau keharaman kopi.” Sahut Faris.
"Aku paham, Ris," jawab Ali sambil tersenyum kecil. "Tapi bagiku, kopi ini lebih dari sekadar minuman. Ini adalah teman setia yang menemani perjalanan spiritualku. Setiap teguk kopi adalah seperti membuka lembaran baru dalam kitab kehidupan."
Faris terdiam, merenungkan kata-kata sahabatnya. "Aku mengerti, Kang. Tapi ingat, ilmu itu luas dan terus berkembang. Jangan sampai kita terpaku pada satu pandangan saja."
Ali mengangguk. "Tentu saja. Aku akan selalu terbuka pada pandangan yang berbeda. Namun, untuk saat ini, biarkan aku menikmati secangkir kopi ini sebagai simbol dari perjalanan panjangku dalam mencari kebenaran."
Dalam hening sejenak, Faris berbicara "Begini kang, kita sebagai santri harus selalu haus akan ilmu. Tapi haus akan ilmu itu harus dibarengi dengan haus akan kebenaran. Jangan sampai kita terjebak dalam hadits-hadits dhaif yang bisa menyesatkan kita."
Ali terlihat berpikir "Iya, kamu benar, Ris. Terkadang kita terlalu mudah percaya dengan informasi yang kita dapatkan, apalagi kalau itu sesuai dengan apa yang kita inginkan."