Mohon tunggu...
Anala Pramohani
Anala Pramohani Mohon Tunggu... -

www.dunia-aquina.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

ketika harus jalan sendirian

24 Juli 2011   04:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:25 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ingat saat pertama kali ke Eropa, sekitar empat tahun lalu. Perjalanan itu adalah perjalanan ke dua keluar negeri setelah tahun sebelumnya saya cukup beruntung diundang keliling China, touring ke tempat-tempat wisata di negeri tirai bambu tersebut.

Kembali ke cerita awal, saat kantor memberi tugas untuk  memenuhi undangan dari Kedubes Swedia. Tepatnya, mengcover peringatan hari lahir bapak taksonomi ke-300, Carrolus Linnaeus. Peringatan di gelar selama sepekan di Stockholm, Upsalla, dan di village tempat kelahiran Linnaeus di dekat Upsalla. Untunglah saya pernah sedikit belajar tentang biologi, setidaknya sedikit banyak pernah mendengar cerita tentang Linnaeus.

Maka.. saya pun berhubungan dengan staf Kedubes untuk mempersiapkan segalanya. Mereka mem-briefing saya mengenai apa dan bagaimana negara berpenduduk hampir sembilan juta jiwa tersebut serta who is Linnaeus. Saya pun diminta berhubungan dengan profesor taksonomi dari Institut Pertanian Bogor untuk mengenal lebih dalam apa itu taksonomi. Banyak bahan diberikan baik buku maupun cd yang harus dipelajari. Saya pun diberi account khusus untuk mengakses kegiatan peringatan yang sudah berlangsung beberapa bulan terakhir serta untuk mencari informasi seputar sweden and masyarakatnya.

Saya sebenarnya dag-dig-dug, karena ini adalah perjalanan pertama ke Eropa. Saya tambah was-was karena ternyata saya harus berangkat sendirian dari Indonesia. Omg, semula kupikir saya bakal berangkat berombongan dengan rekan media lain atau setidaknya dengan staf Kedubes. Eh ternyata enggak, bener-bener alone.

Oke deh..saya mantapkan hati dan mulailah perjalanan panjang menuju negeri cantik tersebut. Modal saya cuma tiket, rute perjalanan, tiket kereta api yang akan saya digunakan dari bandara ke kota Stockholm. Hiks...tak ada penjemputan nih. Satu lagi, uang saku 2000 dolar untuk hidup kurang lebih delapan hingga 10 hari di negara mahal ini. Hihihi..miskin ya..tapi ya cuma segitu uang yang bisa di bawa. Tetapi untunglah, akomodasi sudah ditanggung. Kadang panitia juga mengajak dinner, bukan malam malam formal (untungnya).

Saya naik pesawat Thai Air, transit di Singapore dan Bangkok. Saya tak menunggu terlalu lama di Changi, tetapi saya harus menunggu hampir delapan jam di Bangkok baru kemudian nyambung pesawat ke Stockholm. Semula saya ingin memanfaatkan masa menanti ini dengan ikut tour singkat ke kota Bangkok tetapi saya khawatir waktu yang ada tidak memadai. Apalagi jarak antara bandara menuju pusat kota Bangkok, saya dengar cukup jauh. Maka saya putuskan untuk menunggu saja di bandara meski sering merasa kesepian karena tak ada teman mengobrol. So..alternatif ya cuma buka laptop, nyambung ke free wifi, yah berselancar di dunia maya, mencari teman ngobrol. Memang sih..beberapa kali dapat teman ngobrol tetapi karena modal bahasa yang pas-pasan, jadi enggak pede deh ngelanjutin ngobrolnya. Lagian, orang thai juga terlalu bagus inggrisnya.

Meski ini adalah perjalanan  pertama bepergian sendirian ke luar dan benar-benar sendirian, saya tidak terlalu pusing dengan masalah tempat dan petunjuk arah. Di mana-mana ada papan penunjuk arah yang gampang dipahami. Dan saya juga tak terlalu takut untuk bertanya kalau pas bingung, jadi semua lancar-lancar saja.

Sedikit masalah terjadi adalah ketika mencari hotel tempat saya harus menginap dan menghentikan taksi.

Ketika itu, saya tiba di bandara Stockholm sekitar pukul tujuh pagi. Setelah berhasil menemukan koper yang ditaruh di bagasi, saya pun segera berjalan menuju stasiun kereta bawah tanah. untung saya sudah memegang tiket pulang pergi bandara (bisa dipesan sekalian tiket pulang pergi), saya tak terlalu dibuat pusing dengan mesin pembelian tiket otomatis. Saya memang sempat kesulitan membeli tiket dari mesin ketika hendak naik kereta di Singapur, dari Changi menuju Orchad Road. (ini cerita yang lain).

Tak berapa lama, saya sampai ke stasiun kereta pusat. Hotel yang harus saya tuju berada di seberang stasiun kereta (demikian penjelasan dari panitia). Maka, saya pun berjalan kaki menuju seberang stasiun dan mendatangi bangunan-bangunan yang mirip hotel. setelah berjalan ke sana kemari, ternyata saya tak juga menemukan hotel tersebut. Saya pun memutuskan untuk bertanya pada pejalan kaki yang ternyata sama tak tahunya dengan saya, lalu saya menuju parkiran taksi dan bertanya pada sopir taksi. Pikirku, pasti sopir taksi tahu karena mereka biasa mengantar tamu dari satu tempat ke tempat lain. Dan benar, saya dapat info pasti dari sopir taksi yang cukup ramah dan sabar memberi penjelasan.

Saya pun berjalan ke arah yang ditunjuk. Mencoba lebih teliti lagi melihat papan nama gedung-gedung...dan akhirnya ku temukan. hotel dengan konsep minimalis, sangat nyaman, sayangnya papan namanya tak terlampau kelihatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun