Sebelum kita mengetahui alasan mengapa sastra dianggap dekat dengan filsafat, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu sastra dan apa itu filsafat. Pengertian sastra menurut KBBI adalah Bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab -- kitab bukan bahasa sehari -- hari, sedangkan pengertian sastra menurut Ahmad Badrun adalah kegiatan seni yang mempergunakan Bahasa dan garis simbol- simbol lain sebagai alat dan bersifat imajinatif, kemudian sastra menurut Plato adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Maka objek ilmu sastra yakni kehidupan manusia yang sudah diabstraksikan dalam karya sastra.
Kemudian pengertian filsafat menurut KBBI adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Sedangkan pengertian filsafat menurut Hasbullah Bakry adalah ilmu yang secara spesifik mendalami tentang ilmu alam semesta, mendalami manusia dan mendalami ketuhanan demi menghasilkan pengetahuan lebih jauh. Memikirkan ilmu sampai ke hakikatnya untuk menemukan makna filosofisnya.
Dari pengertian diatas maka bisa kita ambil kesimpulan bahwasannya sastra dan filsafat memiliki hubungan yang cukup dekat karena objek sastra membicarakan kehidupan manusia, begitupula dengan filsafat yang juga mendalami manusia. Namun, sastra bersifat evaluatif, sedangkan filsafat bersifat kritis karena membicarakan hakikat manusia. Maka dari itu sastra dan filsafat adalah satu kesatuan yang bersifat saling melengkapi, hubungan filsafat dengan sastra pada satu sisi dan pada sisi lain kita juga merasakan dan menemukan banyak karya sastra menjadi wadah, wahana, dan atau manifestasi filsafat, dengan karya sastra sebagai alat untuk menyampaikan gagasan- gagasan filsafat, maka sering kita menjumpai karya sastra yang mengandung gagasan filsafat. Begitupula dengan para filusuf dahulu yang menyuguhkan ide- ide filsafatnya dalam bentuk karya sastra.
Terlebih jikalau sebuah karya sastra yang mengandung nilai- nilai filsafat akan lebih bermutu karena sesuatu yang memuat filsafat yang mana filsafat selalu memiliki makna yang lebih tinggi, atau upaya untuk mengetahui hukum-hukum atau prinsip yang lebih besar di balik suatu karya sastra. Dengan demikian, suatu karya sastra tidak hanya menjadi sebuah karya yang bersifat kronologis saja, tetapi juga memiliki makna keindahan yang lebih mendalam (aksiologis). Oleh sebab itu, bisa kita simpulkan bahwasannya dalam karya sastra yang agung, bermutu dan lebih tinggi nilainya, maka nilai-nilai filsafat yang dikandungnya akan terasa lebih mendalam dan kaya. Sudah sangat wajar sekali jika kemudian orang- orang mencoba mencari nilai-nilai filsafat pada karya sastra yang agung, dan bukan pada karya sastra picisan semata.
Sumber Referensi:
Hadi W. M, Abdul. (2016). Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas: Esai-Esai Sastra Sufistik dan Seni Rupa. Jakarta: Sadra Press
Hadi W. M, Abdul. (2014). Hermeneutika Sastra Barat dan Timur. Jakarta: Sadra Press
J. Howard, Roy. (2000). Pengantar atas Teori-Teori Pemahaman Kontemporer: Hermeneutika wacana analitik, psikososial, dan antologis. Bandung: C2000 Nuansa
Nursida, Ida. (2017). Menakar Hermeneutika dalam Kajian Sastra. Al-Qalam, 34(1), 81-103.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H