Kasus yang sy ikuti kemarin mungkin termasuk jarang ditemukan, seorang ibu dengan perut besarnya melebihi ukuran ibu hamil sembilan bulan. Operasinya termasuk cepat karena dikerjakan langsung dedengkotnya onko, sang Prof. Kurang dari sejam tumor seberat 32 kg berhasil dikeluarkan dari perut sang ibu. Setelah tumor tersebut terangkat sang Prof sempat bertanya pada beberapa residennya yang mengikuti operasi tersebut, "Klu dilihat dari bertuk serta ukurannya ini termasuk yang jinak atau ganas?" Salah satu residennya menjawab "jinak prof". Sang Prof dengan serta merta mengiyakan jawaban tersebut sembari berkata "klu ini ganas pasien pasti sudah lama meninggal. Post operasi pasein sadar baik, atas saran dari supervisorku pasein kurawat beberapa hari di icu hanya untuk monitoring. 2 hari kemudian pasein keluar icu dalam keadaan sehat wal afiat.
Dalam dunia medis semua benjolan dinamakan tumor. Yang kemudian berdasarkan tingkat progresivitas dan sifat jaringannya dibedakan menjadi jinak atau ganas. Yang jinak biasanya prtumbuhnnya lambat dan tidak menyebar ke jaringan sekitar atau organ lain. Yang ganas biasanya tumbuh cepat serta meninfiltrasi jaringan sekitarnya bahkan ke organ lain yang jauh dari tempat tomor tersebut berasal.
Masalah yang terjadi dimansyarakat adalah banyak orang malah tidak mencari pengobatan segera setelah terdiagnosa. Masih mengharapkan pengobatan alternatif yang belum pasti keberhasilannya. Yang terjadi pasien datang sudah dalam stadium lanjut yang sudah tidak mungkin lagi ditindaki.
Salah satunya kasus diatas, si pasein menghabiskan jutaan rupiah untuk pengobatan alternatif yang tidak menunjukkan hasil. Sementara dengan berobat dengan menggunakan kartu jamkesmas pasein tidak mengeluarkan uang sepeserpun. Alasannya cuma satu, takut di operasi.
Kesalahpahaman masyarakat juga kadang menghalangi manyarakat. Salah satu keluarga pasien yang pernah dirawai di ICU juga pernah menyesal kenapa menunda pengobatan suaminya. Saat terdiagnosa setahun lalu dan dirujuk ke Makassar untuk berobat, keluarga pasein terpengaruh pembicaraan orang2 bahwa mereka harus menyiapakan uang paling tidak sebelas juta rupiah walaupun mereka memegang kartu jamkesmas. Merekapun urung berangkat dan mengandalkan pengobatan alternatif. Setahun kemuadian saat penyakitnya semakin berat barulah mereka memutuskan untuk ke makassar. Tapi semua sudah terlambat. Kanker tersebut telah menyebar kemana2, dokter bedah berkata kankernya sudan inoperable (tidak bisa lagi di operasi). Penyesalannya tersebut bertambah saat mengetahui bahwa mereka tidak perlu membayar apapun untuk biaya pengobatannya.
Sekarang siapa yang hendak disalahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H