Minggu, 01 Maret 2020. Kesempatan berharga buat saya dapat mengunjungi rumah peribadatan umat buddha. Yang berlokasi di padepokan Dhammadīpa Ārama di Desa Mojorejo, Kec. Junrejo, Kota Batu. Lain dari yang lain, waktu itu juga tergelar upacara upasampada oleh Sangha Theravada Indonesia (STI).
Lebih berharga lagi, karena upacara tersebut dilakukan satu kali dalam satu tahun dan hanya dilakukan di Kota Malang dan Jakarta. Tahun ini padepokan Dhammadipa Arama dijadikan tuan rumah terlaksananya upacara upasampada. Karena didalam padepokan ini terdapat tempat khusus yang bernama uposathagara.
Uposathagara ialah tempat khusus untuk menahbiskan seorang samanera menjadi bhikkhu. “Di Indonesia hanya ada dua tempat yang bisa melaksanakan ritual ini. Yakni di Kota Batu dan Jakarta, tetapi setiap tahunnya digilir,” kata Bhikkhu Dhirajayo, Minggu (01/03).
Upacara upasampada ialah upacara pengesahan atau penahbisan dari seorang samanera menjadi bhikkhu. Lima bhikhhu yang telah di tahbiskan diantaranya: Bhikkhu Kusalasarano, Bhikkhu Dhirasarano, Bhikkhu Dhiracitto, Bhikkhu Adhicitto dan Bhikkhu Cittakusalo. Yang berasal dari pulau jawa dan luar pulau jawa.
“Setelah menjalani upasampada, kelima bhikkhu baru akan menjalani hidup selibat. Walaupun sebenarnya mereka sudah menjalani hidup selibat saat menjadi samanera. Perbedaannya di jumlah peraturan yang harus mereka patuhi,” jelas Bhikkhu Dhirajayo.
Di dalam agama buddha, khususnya theravada. Selibat biasa dikenal dengan sebutan brahmacariya. Kehidupan selibat ialah menjalani hidup yang meninggalkan hal-hal keduniawian. Para bhikkhu yang menjalani hidup selibat mereka tidak menikah.
Seperti yang kita ketahui, pernikahan ialah salah satu dasar pokok kehidupan bahkan menjadi sesuatu yang mulia dalam kehidupan. Dengan pernikahan manusia membuka pintu kehidupan baru. Orang yang berumah tangga ibarat membangun rumah, yang penuh dengan rintangan dan banyak cobaan.
Berbeda dengan orang yang menjalani kehidupan selibat (tidak menikah). Dia hanya fokus pada kegiatan agama dan spiritual. Mereka (orang yang selibat) tidak memikirkan bagaimana rumah tangganya.
Pengertian selibat ialah orang yang memilih hidup tidak berumah tangga. Dan harus menjalani hidup menyendiri(tidak menikah). Kemajuan spritual seseorang dalam menjalani hidup selibat akan lebih cepat dengan menjadi bhikkhu. Kehidupan seorang bhikkhu ialah kehidupan yang dibaktikan untuk pencapaian nibbana (mengakhiri penderitaan dari lingkaran kelahiran kembali yang tak berawal).
Hidup selibat adalah melepaskan diri dari kenikmatan aktifitas seksual. Karena dengan aktifitas seksual dapat mempengaruhi perkembangan spiritual, mencemari kedamaian dan kemurnian pikiran.
Namun, bukan berarti ajaran buddha menentang hukum alam. Ajaran buddha tidak menentang seks, seks merupakan kenikmatan seksual yang alamiah. Sesungguhnya, menjalani kehidupan selibat bukanlah ajaran yang baru karena telah diajarkan di India pada masa itu dan dijalankan sampai sekarang. Bahkan penganut agama lain seperti Hindu dan Katolik juga melaksanakan ajaran ini sebagai suatu sumpah.
Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, samanera yang telah menjadi bhikkhu ia harus menjalani hidup bersih dan suci seperti yang tetulis dalam Vinaya Pitaka, menjalani 227 peraturan bagi bhikkhu dan 311 bagi bhikkhuni yang secara garis besar peraturan tersebut tentang:
- Peraturan yang berhubungan dengan tata tertib lahiriyah.
- Peraturan yang berhubungan dengan cara penggunaan dan pakaian serta kebutuhan hidup.
- Cara menanggulangi nafsu keinginan dan rangsangan batin.
- Cara untuk memperoleh pengetahuan batin luhur untuk menyempurnakan diri
Adapun tingkatan bikkhu dalam agama buddha sebagai berikut;
Samanera, seseorang yang menjalani hidup selibat namun ia masih menjadi calon seorang bhikkhu. Usia untuk dapat menjadi seorang samanera 7-19 tahun. Mereka mentaati aturan-aturan yaitu dasasila (10 aturan pokok) dan 75 aturan sekhiyavatta (kewajiban sebagai seorang yang sedang berlatih), 10 aturan pokok apabila dilanggar maka secara otomatis jubahnya dilepas dan 5 hukuman kerja. 5 aturan yang dilanggar mendapat 5 hukuman kerja
Bhikkhu yaitu seorang samana yang meninggalkan kehidupan duniawi dan menjalani hidup selibat, dalam menjalani kehidupannya ia mentaati 227 peraturan (pattimokhasila). Kehidupan bhikku baru sebelum 5 vassa (tahun yang sudah dijalani bhikku) mereka masih mengikuti bimbingan dari upajjhaya (guru). Dalam vassa 1-5 tahun disebut Bhikkhu Navaka, dan 6-9 tahun disebut Bhikkhu Majhima (tahap menengah).
Thera ialah seorang bhikkhu yang telah melaksanakan vassa 10-19 tahun. Thera berarti tua, seorang yang layak dihormati, dianggap telah dapat mengendalikan dirinya sendiri, dan tingkat kematangan spiritual lebih tinggi.
Maha Thera ialah seorang bhikkhu yang telah menjalankan 20 tahun kerahiban (bhikkhu dan bhikkhuni).
Pada saat ini aliran theravada tidak lagi mengadakan penahbisan bhikkuni. Sesuai dengan peraturan, bahwa penahbisan bhikkhuni harus dilakukan oleh dua sangha, yaitu sangha bhikkhuni dan sangha bhikkhu. Karena dalam aliran theravada sekarang tidak ada lagi sangha bhikkuni, maka penahbisan bhikkuni tidak mungkin dapat dilaksanakan lagi. Karena sangha bhikkhuni sekarang sudah tidak ada. Maka saat ini hanya ada penahbisan atthasilani. Penahbisan atthasilani dapat dilakukan walaupun tidak ada sangha bhikkhuni. Penahbis atau guru yang membimbing adalah Bhikkhu Sangha.
Atthasilani adalah seorang wanita buddha yang melatih diri dalam moral dan menjalani kehidupan selibat dengan menjalankan delapan sila, dan mentaati 75 aturan (sekiya). Kesehariannya memakai jubah putih. Tidak ada jenjang umur untuk seorang atthasilani. Atthasilani Theravada Indonesia (ASTINDA) ialah wadah/organisasi para atthasilani.
“Keseharain seorang atthasilani selain kuliah saat sore hari, mereka sembahyang diwaktu pagi dan sore. Untuk makan hanya pagi dan siang. Karena seorang atthasilani mempunyai peraturan bahwa tidak boleh makan setelah lewat tengah hari. Sisa waktunya digunakan untuk membersihkan vihara, berlatih diri dan belajar,” jelas Atthasilani Khantidassini.
Delapan sila atau atthasila yang dijalankan oleh seorang atthasilani, diantaranya:
- Aku bertekad melatih diri menghindari membunuh makhluk hidup.
- Aku bertekad melatih diri menghindari mengambil barang yang tidak diberikan.
- Aku bertekad melatih diri menghindari melakukan perbuatan tidak suci.
- Aku bertekad melatih diri menghindari mengucapkan ucapan yang tidak benar.
- Aku bertekad melatih diri menghindari mengkonsumsi minuman memabukan hasil penyulingan atau fermentasi yang menyebabkan lemahnya kesadaran.
- Aku bertekad menghindari makan makanan setelah lewat tengah hari.
- Aku bertekad melatih diri menghindari menari, menyanyi, bermain alat musik, dan pergi melihat pertunjukan, memakai bungabungaan, wangi-wangian, dan barang kosmetik untuk mempercantik diri.
- Aku bertekad melatih diri menghindari menggunakan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi, besar dan mewah.
Sedangkan 10 aturan pokok (dasasila) yang dijalani oleh seorang samanera/samaneri ialah pengembangan dari atthasila, karena pada sila kesembilan sama dengan sila yang terdapat dalam atthasila (delapan aturan). Perbedaanya pada sila ke sepuluh yaitu “aku bertekad melatih diri menghindari menerima emas dan perak”. Maksud dari menghindari ialah tidak menyimpan, membawa dan menggunakan secara langsung.
Itulah sedikit pengetahuan yang dapat saya sampaikan. Terimakasih kepada Bikkhu Dhirajayo dan Atthasilani Khantidassini yang telah memberikan wawasan pengetahuan, yang tak lain ialah keponakan saya sendiri.
“Semoga semua makhluk berbahagia. Sadhu….sadhu….sadhu….” pungkas Bikkhu Dhirajayo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H