Wayang kulit adalah suatu bentuk kesenian yang berakar di daerah Jawa. Mulanya pementasan wayang kulit hanya ditunjukkan untuk para Bangsawan di istana, namun seiring berkembangnya waktu pementasan ini bisa dinikmati setiap lapisan masyarakat. Pada awalnya kesenian ini digunakan sebagai media permenungan menuju roh spiritual para dewa. Meskipun pada akhirnya, walisongo menggunakan wayang sebagai cara untuk penyebaran agama Islam di Indonesia. Kata wayang sendiri berasal dari kata "ma Hyang", yang memiliki arti menuju spiritualitas Sang Kuasa atau penyebutan wayang berasal dari  teknik pertunjukan yang mengandalkan bayangan (bayang/wayang) di layar.
Dari Ramayana Ke Layang Kalimasada
KH Abdul Mun'im Dz mengatakan bahwa pada mulanya kisah yang diceritakan pada saat pagelaran wayang adalah kisah yang diambil dari kisah agama Hindu yang terkenal, seperti Ramayana dan Mahabarata. Perjalanan kisah Sri Rhama dan Sinta, Sri Krisna, serta perang fenomenal antara Pandawa dan Kurawa yang dikenal dengan nama perang Bharatayuda. Pagelaran wayang juga biasanya menceritakan tentang cerita polities atau kisah dewa dan dewi, seperti Brahma, Syiwa, Wisnu, Surya, Indra, Agni, Candra, Bayu, Gangga, Parwati, dan lainnya. Saat itu wayang dipagelarkan dengan menggunakan pelaku yang berbentuk arca atau boneka.
Sunan Kalijaga yang merupakan salah satu walisongo melihat kesenian merupakan cara berdakwah yang mudah diterima masyarakat baik dari kalangan bawah maupun menengah. Sunan Kalijaga menjadikan wayang sebagai media dakwahnya, di mana ia mengadakan pagelaran wayang secara gratis untuk kalangan umum. Wayang kulit pada waktu itu hanyalah sebatas wayang beber. Wayang ini berbentuk kertas yang bergambar kisah pewayangan. Diyakini bahwa Raden Syahid atau sunan Kalijagalah pengubah wayang beber menjadi wayang kulit.
Dikarenakan kepiawaiannya mendalang, Sunan Kalijaga sampai dijuluki dengan nama Ki Dalang Sida Brangti. Dalam pementasannya, Sunan Kalijaga menyisipkan ajaran-ajaran Islam. Lakon yang dimainkan tidak lagi tentang Ramayan dan Mahabrata. Beberapa yang terkenal adalah lakon Dewa Ruci, Jimat Kalimasada, dan Petruk Dadi Ratu. Tidak hanya itu, Sunan Kalijaga juga menambahkan karakter-karakter baru seperti punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng.
Lakon Dewa Ruci diibaratkan sebagai kisah Nabi Khidir as, Jimat Kalimasada disebut perlambangan dari dua kalimat syahadat. Pandawa lima ditafsirkan sebagai rukun Islam yang jumlahnya lima. Bahkan adat kebiasaan pesta pun menjadi sarana dakwahnya. Sunan Kalijaga mengganti puja-puji dalam sesaji dengan doa dan bacaan dari kitab suci al-Quran. Selain menggelar pertunjukan wayang, Sunan Kalijaga juga menggubah tembang-tembang yang sarat dengan muatan keislaman, seperti Kidung Rumeksa ing Wengi, Ilir-ilir, dan lain sebagainya.Â
Dalam kisah wayangnya, dewa sederajat dengan Nabi dan dianggap keturunan Sang Hyang Widi ini keturunan Nabi Sits. Lalu Nabi Adam a.s. diajarkan sebagai hamba dan utusan Allah SWT serta khalifah di bumi. Sedangkan arca yang awalnya diibaratkan manusia, kemudian wayang tidak berbentuk manusia tetapi diubah menjadi bentuk bayangan.
Sempat Ditentang Tapi Wayang Tetap MelenggangÂ
Wayang yang semula merupakan hiburan berisi kisah-kisah agama Hindu tentu menimbulkan rasa kekhawatiran tentang kebolehannya. Apakah kesenian ini sesuai syariat atau menyeleweng. Sunan Ampel, Pemimpin Walisongo, sempat tidak setuju atas penggunaan Wayang sebagai media dakwah Islam. Hal ini dikarenakan Sunan Ampel tidak ingin ajaran Islam terlalu bercampur dengan budaya dan tradisi masyarakat, apalagi menyangkut agama hindu. Akan tetapi Sunan Kalijaga berpendapat bahwa Islam tidak akan tercampur dengan budaya dan tradisi, justru Islam akan memberikan ruh terhadap kebiasaan-kebiasaan yang telah mengakar di hati masyarakat. Sunan Kalijaga membuktikan hal itu. Wayang sukses membawa Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia. Islam yang diajarkan dengan ajarannya yang damai dan didakwahkan dengan akulturasi budaya yang sudah ada, menjadi daya tarik tersendiri akan keislaman masyarakat Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H