Kata 'Lauh Mahfuz' secara spesifik disebut dalam Al Quran pada surat Al-Buruj ayat 22, yang berbunyi: Fi lauhim mahfuz(in) (artinya: lembaran yang terjaga). Dan tampaknya di surat ini saja kata 'Lauh Mahfuz' secara spesifik disebutkan.
Di surat-surat yang lain, kitab Lauh Mahfuz disebutkan dalam bentuk lain, seperti: Induk Kitab (Ummu al-Kitab), Kitab yang Terpelihara (Kitabbim Maknuun), Kitab yang Nyata (Kitabbim Mubiin).
Dalam teologi Islam, Â Lauh Mahfuz Dipercaya sebagai "tablet surgawi" yang berisi informasi tentang segala sesuatu yang telah dan akan terjadi di alam semesta, termasuk takdir semua makhluk hidup.
Dalam pandangan lebih modern, Lauh Mahfuz disebut sebagai "server alam semesta" merujuk pada pandangan beberapa orang yang mencoba menjelaskan konsep ini dalam bahasa modern - menggunakan analogi atau perumpamaan - yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat umum. Tapi bagaimana pun juga 'Lauh Mahfuz' tentu jauh lebih kompleks dan bermakna dibandingkan dengan istilah "server alam semesta".
Pandangan esoteris, mistis dan spiritualis Barat seperti Rosicrucianisme yang berkembang sejak abad ke-17 dan masih ada hingga sekarang  seperti pada organisasi Ancient Mystical Order Rosae Crucis (AMORC), Rosicrucian Fellowship, dan Builders of the Adytum, percaya bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, para orang suci, biksu, atau pun shaman (dukun), telah mengakses Lauh Mahfuz atau "server alam semesta" untuk mendapatkan informasi tentang masa lalu atau pun informasi tentang masa depan.
Sebelum istilah "server alam semesta" muncul, mistikus barat menyebut Lauh Mahfuz sebagai 'Akashic Records'.
Akashic Records
Secara harfiah, Akashic Records berarti "catatan langit" (Akashic berasal dari kata Sansekerta 'akasha,' yang berarti "langit"; Records artinya "catatan").
Akashic Records adalah konsep spiritual yang berasal dari tradisi esoterik dan metafisik. Konsep ini mengacu pada sebuah perpustakaan kosmik atau arsip universal yang berisi catatan tentang setiap peristiwa, tindakan, pikiran, dan kejadian yang terjadi di alam semesta, baik yang telah terjadi di masa lalu, sedang terjadi di masa sekarang, maupun yang akan terjadi di masa depan.
Pada hari ini kita kenal istilah 'Cloud' yaitu medium penyimpanan data yang dapat diakses secara terpusat. Istilah dan cara kerja 'Cloud' ini dalam banyak hal tampak mengadopsi konsep 'Akashic Records'.
Dalam imajinasi abad 21, 'server alam semesta' atau 'Akashic Records' adalah tempat di mana semua makhluk hidup terhubung satu sama lain dan dengan alam semesta. melalui jaringan energi yang disebut sebagai "Jaringan Akasha". Jadi, ini persis seperti jaringan internet.
Ya, ketika di abad 20 Allah memperkenalkan kepada kita teknologi internet yang kemudian digunakan secara masif oleh penduduk bumi di abad 21, kita bisa melihat abad 21 ini sebagai masa di mana manusia mengakses dan terhubung melalui 2 jaringan global.
Pembahasan terperinci saya mengenai 2 jaringan global yang diakses manusia, bisa dibaca di artikel ini: Lauh Mahfuzh dan Internet, Dua Jaringan Global yang Diakses Manusia.Â
Dalam artikel ini saya juga membahas konsep Noosphere yang disampaikan Pierre Teilhard de Chardin. Menurut Teilhard, noosfer adalah  selubung  pemikiran yang melingkupi bumi yang muncul melalui dan didasari oleh interaksi pikiran manusia. Interaksi itu kemudian membentuk pikiran global (planetisasi pikiran).
Memahami Lauh Mahfuz menggunakan metode Onomastik
Onomastik adalah ilmu yang mempelajari asal-usul dan arti nama.Â
Untuk mengetahui "makna tertentu" yang ada di balik nama 'Lauh Mahfuz', onomastik adalah salah satu metode yang dapat dipertimbangkan. Dalam banyak kesempatan metode ini telah saya gunakan dan terbukti dapat membuka rahasia yang ada di balik nama-nama tertentu. Seperti yang saya bahas dalam artikel ini:Â Geoglyph bentuk Kuda Seluas 160 Hektar di Luwu Timur.
Cara kerja metode onomastik yang saya gunakan adalah: menerjemahkan nama tertentu dengan memecahnya menjadi susunan huruf dalam aksara hanzi kemudian menginterpretasikan arti dari setiap huruf hanzi yang muncul.
Untuk nama MAHFUZ, aksara yang didapatkan adalah: MAÂ (pinyin: Ma) - HÂ (pinyin: huang) - FUÂ (pinyin: fu) - Z (pinyin: zi). Jadi, dari nama Mahfuz kita menemukan frase "Ma huang Fuzi" yang artinya: Ephedra Aconite (Ma huang= Ephedra; Fuzi= aconite).
Lalu apa arti dari "Ephedra Aconite" ini?
Ephedra adalah tanaman yang memiliki  efek atau khasiat yang mirip dengan amfetamin karena keduanya memiliki struktur kimia yang serupa. Bahasa awam amfetamin adalah sabu. Sementara itu, Aconite mengandung zat halusinogen, Seperti Ganja dan LSD.
Makna rahasia di balik nama 'Mahfuz' ini seperti ingin mengatakan bahwa untuk mengakses 'Lauh Mahfuz' dibutuhkan penggunaan kombinasi zat amfetamin dan zat halusinogen.Â
Apakah ini berlebihan, ekstrim atau menyesatkan? silakan para pembaca melihat ke dalam hati masing-masing. Ingat ya, ke hati! bukan ke pikiran! kalau ke pikiran kamu kemungkinan mendapat pandangan yang subjektif.... :)
Faktanya, metode ini sebenarnya sudah sejak ribuan tahun yang lalu telah digunakan para biksu dan orang suci untuk bisa trance dan mengakses alam spiritual. Para Sufi dan Ilmuwan Islam pada masa lalu juga menggunakan metode ini.
Dalam artikel sebelumnya hal  ini juga telah saya bahas. Baca di sini: Microdosing LSD, Meningkatkan Kreativitas Ala Silicon Valley.
Ini hal yang selama ini saya rahasiakan
Selama ini, arti nama 'Mahfuz' ini saya rahasiakan dan tidak saya bahas dalam tulisan mana pun, padahal, jika anda  adalah orang yang sering membaca tulisan saya, anda akan tahu bahwa sebagian besar tulisan-tulisan saya memuat hal-hal yang selama ini menjadi misteri dan tidak diketahui selama ribuan tahun. Saya gemar mencari dan melakukan "pengungkapan" hal semacam itu, sesuai tagline saya "Penjelajah dan Pengumpul Esensi".
Jika sebelumnya saya rahasiakan, lalu tiba-tiba saya memutuskan untuk mengungkapnya, apa yang mendasari saya melakukan hal itu?
Itu karena dalam beberapa waktu belakangan ini mata saya diarahkan Allah untuk mengamati krisis zaman, dari kerusakan lingkungan hingga polarisasi politik yang sedang berlangsung saat ini, baik itu polarisasi politik di Indonesia maupun di dunia internasional.Â
Parahnya lagi, polarisasi itu bukan saja menggunakan atau mendompleng pandangan keagamaan tetapi, bahkan institusi  atau organisasi resmi keagamaanlah yang menjadi pelaku utama dalam memainkan skenario polarisasi tersebut.
Saya kemudian menyadari bahwa ada benarnya pandangan skeptis bahwa; jika seseorang memiliki ilmu agama yang luas - menjadi tokoh yang memiliki otoritas keagamaan - tapi prilakunya tidak mencerminkan itu, maka sudah pasti itu karena aspek spiritualitasnya yang buruk.
Spiritualitas itu adalah hal tentang kedekatan seseorang dengan aspek Ilahiah. Dan sudah pasti, tidak ada orang brengsek yang dibiarkan ada di wilayah ini. Sebaliknya orang yang sampai di sini adalah orang yang mendapat "pencerahan".
Jadi, kontemplasi ini mengarahkan saya pada kesimpulan bahwa: tampaknya Allah ingin agar medium yang telah Dia siapkan [selama ini] untuk orang-orang - agar dapat menjangkau dimensi keilahianNya - mulai diperkenalkan, yaitu LSD dan sejenisnya. Dan saya setuju bahwa, zat psychedelic bisa mencairkan polarisasi politik di Indonesia atau pun dunia, menjadikan dunia sebagai tempat yang lebih damai.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H