Seperti halnya banyak kata lain dalam bahasa Indonesia, kata 'pantai' juga adalah salah satu kata yang hingga saat ini tidak mendapat telaah Linguistik historis secara memadai.
Ketika kita mendengar kata 'pantai', bayangan pikiran kita pada umumnya akan tertuju pada bidang tanah yang mengantarai daratan dan lautan. Makna kata 'pantai' ini bisa dikatakan, sebenarnya, senada dengan makna kata 'bantaran' yang umumnya kita gunakan untuk menyebut bagian tepi sungai.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata 'bantaran' didefinisikan: jalur tanah pada kanan dan kiri sungai (lihat di sini).
Jadi, kedua kata ini (pantai dan bantaran), dalam tata bahasa yang kita gunakan di masa sekarang, sama-sama diterapkan untuk menyebut jalur tanah yang mengantarai wilayah daratan dengan wilayah perairan (kata 'pantai' untuk perairan laut, sementara kata 'bantaran' untuk perairan sungai).
Tentunya, pertanyaan yang relevan muncul dari fakta ini adalah: apakah kata 'pantai' dan kata 'bantaran' memiliki akar kata yang sama? Jawabannya, iya. bentuk kuno dari kedua kata tersebut adalah "BANTA", yang berarti: ujung, atau akhir -- yang mengacu pada ujung tanah atau daratan.
Makna kata 'banta' yang demikian ini dapat kita temukan penerapannya pada toponim Kabupaten Bantaeng di pulau sulawesi, yang secara geografis memang berada di ujung selatan jazirah Sulawesi selatan. (Lihat peta di bawah)
Di Kabupaten Bantaeng, sangat banyak nama kecamatan dan kelurahan /desa yang mengunakan kata 'bonto'. (lihat gambar di bawah)Â
Kata 'bonto' yang sangat banyak digunakan sebagai nama kecamatan atau kelurahan/ desa di Bantaeng dapat diduga sama dengan 'banta' - dalam artian terjadi perubahan fonetis a ke o atau sebaliknya antara kedua kata ini.