Dalam bahasa Tae', kata 'baku' adalah sebutan wadah tempat makan atau piring yang dibuat dari daun atau kertas yang bentuknya menyerupai perahu (kata 'baku' ini bisa dikatakan identik dengan kata 'bakul' dalam bahasa Indonesia). Sementara itu, kata 'waku' atau 'waka' berarti 'kapal' dalam bahasa Bugis kuno. Ini telah saya bahas dalam tulisan sebelumnya (Asal Usul Kata "Bahtera" ini Menyingkap Gambaran Tentang Kapal Nabi Nuh yang Sesungguhnya).
Demikianlah, dari perbendaharaan bahasa orang Selayar ('Sombala') kita dapat temukan penguatan hipotesis saya sebelumnya (Petunjuk Menemukan Tanah Suci "Shambala") bahwa di masa lalu pulau Sulawesi memang disebut tanah Shambala.
Asal usul kata Sombala atau Shambala
Besar dugaan saya jika kedua kata ini (Sombala dan Shambala) berasal dari kata 'Sompa' yang dalam tradisi Bugis Makassar hari ini lebih dimaknai sebagai 'mahar' dalam prosesi perkawinan.
Dengan mempertimbangkan bahwa kata 'Sompa' identik dengan kata 'Sompe' atau 'Sempe' yang berarti 'piring' dan atau 'perahu' dalam bahasa kuno di Sulawesi, maka saya melihat jika yang disebut wala suji hari ini dalam tradisi Bugis Makassar sebenarnya lebih tepat disebut 'Sompa'.
Berikut ini gambar 'wala suji' yang digunakan dalam prosesi adat penyerahan mahar perkawinan dalam tradisi Bugis Makassar. Biasanya wala suji di isi beberapa jenis buah-buahan.
Gerbang penyambutan tamu yang dibuat dari anyamana bambu (dalam prosesi perkawinan Bugis Makassar) juga disebut wala suji.
Penting untuk diketahui para pembaca sekalian bahwa, bentuk 'sompa' ini sangat identik dengan 'tabut perjanjian' atau ''Ark of the Covenant' yang sangat suci dalam tradisi Ibrani. Baik menurut bentuk, maupun motif anyaman yang digunakan.
Jika dalam tradisi Bugis Makassar benda ini disebut 'sompa' yang dapat bermakna 'perahu', maka dalam tradisi Ibrani benda ini (tabut perjanjian) disebut "Ark of the Covenant", yang mana kata 'Ark' jelas bermakna perahu atau bahtera.
Dari kesamaan makna perahu untuk kata 'sompa' dan 'Ark of the Covenant' inilah maka, saya pikir apa yang selama ini disebut wala suji dalam tradisi Bugis Makassar mestinya lebih tepat jika disebut 'sompa'. Sebutan 'wala suji' bisa dikatakan lebih merujuk pada model anyaman.