Awetnya jejak pelaut kuno dari Nusantara di Malagasy bisa dikatakan disebabkan kondisi geografinya sebagai sebuah pulau yang cenderung sulit mendapat pengaruh yang signifikan dari budaya luar.Â
Pemahaman yang sama juga dapat kita terapkan pada orang Nordik (pengguna bahasa Finnish) yang secara geografi terpencil di ujung utara bumi.Â
Sebutan "piring" yang juga dapat bermakna "wilayah, negeri, atau tanah"
Beberapa kalangan di Sulawesi selatan percaya bahwa salah satu nama kuno pulau Sulawesi adalah "Sempe" yang bisa berarti "piring" tapi dapat pula bermakna "perahu". Hal ini dapat kita lihat pada sebutan "pa sompe" yang berarti "pelaut" dalam bahasa Bugis.
Yang menarik karena sebutan 'sempe' yang dapat bermakna 'piring' dan juga dapat bermakna 'negeri' (dalam hal ini pulau Sulawesi), dapat pula kita temukan polanya pada bentuk kata 'plate' dengan variasi bentuk seperti "plade, plaat, Platte, plaka, plata", yang menunjukkan potensi perubahan fonetis ke bentuk kata 'balad' yang bermakna 'negeri' dalam bahasa arab.
Di sini lain, kata 'Balade' atau 'balada' juga  adalah sebutan jenis musik tradisional yang populer di Eropa pada sekitar abad pertengahan hingga abad ke-19., terutama di wilayah Irlandia, Skotlandia, Inggris, Prancis, hingga wilayah Skandinavia dan Jerman.Â
Pada masa itu, lagu balada merupakan lagu naratif yang bercerita tentang keindahan sebuah negeri, syair kepahlawanan, dan biasanya digunakan sebagai pengiring kegiatan dansa.
Istilah 'Balad' yang berarti 'negeri' inilah yang nampaknya menjadi dasar penyebutan lagu balada pada masa sekarang disebut jenis lagu country. Penyebutan baru ini jelas dimulai di Amerika.Â
Sebutan lagu balada yang awalnya dibawa para imigran dari Eropa ke benua Amerika pada sekitar abad ke-17 hingga abad ke-19, oleh generasi mereka selanjutnya yang lahir di abad modern, kemudian mengganti istilah tersebut dengan sebutan lagu country - yang pada dasarnya maknanya sama saja antara 'balad' dan 'country', yaitu: negeri.
Kasus yang persis sama, kita temukan juga pada sebutan 'dish' atau 'disk' yang berarti 'piringan' atau 'cakram' (dalam bahasa  Icelandic 'Diskur' atau 'diskinn' berarti 'piring') - yang mana identik dengan bentuk kata 'desh' dalam bahasa Hindi yang berarti 'negara', ataupun 'deza' dalam bahasa Sanskerta yang berarti: negeri, wilayah,  daerah. Sebutan 'deza' dalam Sanskerta ini yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata 'desa'.
Demikianlah, dengan seluruh uraian ini kita mendapat gambaran bahwa kata "piring" sesungguhnya memiliki riwayat yang sangat panjang dalam sejarah peradaban manusia.Â
Lalu, dari mana sesungguhnya asal usul kata "piring"?
Tidaknya adanya persamaan yang dapat kita temukan dalam berbagai bahasa di dunia, menjadikan kata 'piring' sebagai sebuah kata yang sangat unik dan spesial.Â