Mengenal Lebih Dekat "Mesiah, Maitreya, dan Imam Mahdi" ) saya telah mengulas adanya kesamaan figur penyelamat di akhir zaman yang terdapat dalam tradisi berbagai agama.
Dalam tulisan sebelumnya (Pada bagian ini, pembahasan akan lebih kepada mengulas koherensi (Kepaduan Makna) tekstual yang terdapat dalam literatur eskatologi yang membahas Maitreya (mewakili tradisi Buddha) dan Imam Mahdi (mewakili tradisi Islam).
Saya melihat, menemukenali koherensi tekstual dari literatur kedua tradisi ini, akan dapat membantu kita dalam upaya lebih mengenali realita "figur penyelamat akhir zaman" yang sesungguhnya, sehingga pada gilirannya, kita dapat menakar seperti apa dinamika yang kemungkinan "Sang Penyelamat" hadapi dalam menjalani perannya.
Dapat dikatakan bahwa pembahasan ini merupakan langkah kritis mengantisipasi fakta yang kerap kita temukan dalam dunia literatur sejarah, bahwa "kenyataan atau kejadian sesungguhnya, tidaklah sesimpel sebagaimana yang dinarasikan".Â
Sang Penyelamat Sebagai Manusia Biasa
Dalam buku "Maitreya, the Future Buddha" Alan Sponberg mendeskripsikan sosok Maitreya sebagai berikut:
Kami menemukan dia kadang-kadang digambarkan sebagai seorang bodhisattva yang rajin memupuk jalan menuju pencerahan di bumi dan kemudian sebagai seorang bodhisattva surgawi yang gemerlap di kediamannya di surga Tusita.
Kadang-kadang ia muncul seperti individu duniawi lainnya yang bertujuan mengabdi dan berkontemplasi, di sisi lain tampil sebagai pemimpin militan ekstrimis politik yang berusaha untuk membangun sebuah tatanan baru di masa sekarang ini.
Kita kadang-kadang melihatnya sebagai penerima pengakuan dosa dan kadang-kadang sebagai inspirator bagi para sarjana.Â
Mungkin tidak ada figur lain dalam jajaran Buddhis yang menggabungkan universalitas dan kemampuan beradaptasi dengan cara yang dilakukan Maitreya.
Deskripsi Alan Sponberg ini menunjukkan jika Maitreya adalah manusia biasa yang menjalani hidup layaknya orang kebanyakan. Ungkapan "seperti individu duniawi lainnya"Â menegaskan hal itu.
Di sisi lain, dalam tradisi Islam, Imam Mahdi disebutkan adalah orang biasa yang bahkan ia sendiri tidak mengetahui jika dirinya adalah Imam Mahdi yang dinantikan, kecuali setelah tiba pada momentum di mana Allah menghendaki untuk menampilkannya di tengah umat manusia.
Hal sama juga terjadi pada Nabi Muhammad yang tidak mengetahui bahwa dirinya adalah Nabi utusan Allah, hingga pada waktu yang tepat, Malaikat Jibril sendiri yang mendatanginya dan menyampaikan hal tersebut.Â
Poin kohorensi yang ditunjukkan tema eskatologi dari tradisi Buddha dan tradisi Islam di atas adalah bahwa: "sang penyelamat akhir zaman" adalah manusia biasa, sama seperti kita.
Dan jika demikian halnya, saya membayangkan, bahwa akan teramat banyak persoalan yang akan dihadapi orang ini. Dari yang remeh temeh hingga yang teramat pelik.Â
Menghadapi Sikap masa modoh yang umum dimiliki generasi milenial pun bisa dibilang salah satu permasalahan yang memiliki tingkat kesulitan tersendiri.Â