Demikianlah, pemahaman makro kosmos dan mikro kosmos yang dititipkan para leluhur_, bisa dikatakan merupakan ajaran pengenalan jati diri yang paling awal dari yang terawal yang pernah dikenal manusia.Â
Dalam perjalanannya dari masa ke masa, ajaran pengenalan jati diri tersebut sepertinya beberapa kali terputus proses pewarisannya. Setiap kemunculannya kembali lebih merupakan wujud hasil interpretasi dari kepingan-kepingan ingatan yang tersisa mengenai ajaran tersebut, yang mendapat pemurnian dengan menyesuaikan konsepnya pada ajaran-ajaran orang suci dari para nabi dan rasul yang hadir pada zaman itu.
Sebelum mengakhiri pembahasan ini, ada baiknya kita mencermati Pemahaman kosmologi orang-orang di masa kuno yang dapat kita temukan dalam bentuk hiasan symbol: Swastika.Â
Kata kuno ini, berasal dari tiga akar bahasa Sansekerta "su" (baik), "asti" (ada, menjadi) dan "ka" (dibuat), yang kemudian diasumsikan berarti "membuat kebaikan" atau "penanda kebaikan". [Bruce M. Sullivan. The A to Z of Hinduism (Scarecrow Press, 2001) Hlm. 216]
Pemaknaan ini sudah cukup baik untuk diterima, dan sepertinya ini pula yang dipercayai berbagai budaya di dunia, namun begitu, saya masih melihat ada bentuk pemaknaan lain yang saya pikir dapat pula dipertimbangkan, yaitu: "dibuat dengan sebaik-baiknya bentuk".Â
Pemaknaan ini bukan saja saya ambil dari tiga akar kata Sanskerta diatas, tetapi secara intuitif mengingatkan saya tentang Ucapan Allah dalam Al-Quran yang mengatakan bahwa manusia diciptakan dalam sebaik-baiknya bentuk: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya" QS. At-Tin : 4.
Menarik untuk mencermati fakta bahwa swastika yang berlengan empat sebagai representasi empat elemen mikro kosmos manusia, secara tersirat maknanya cukup identik dengan ungkapan ayat dalam Al Quran yang berbicara tentang penciptaan manusia, terlebih lagi karena ayat yang menyebut hal itu adalah ayat bernomor "4". Adakah kaitannya? - silahkan anda saja yang menafsirkan... :)
Sekian. Semoga bermanfaat. Salam.
Bagi yang berminat membaca tulisan saya lainnya, bisa melihatnya di sini: kompasiana.com/fadlyandipa
Fadly Bahari, Pare-Kediri, 10 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H